Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, FABA jika diolah dengan baik dan benar akan memiliki manfaat yang sangat besar. Bukan hanya manfaat ekonomi, melainkan juga manfaat bagi lingkungan hidup.
Hal ini disampaikan Mamit dalam diskusi virtual yang digelar Ruangenergi.com, Kamis (07/4/2022).
“Kebutuhan batubara sepanjang 2022 hampir 125 juta ton untuk pembangkit-pembanbgkit milik PLN maupun IPP, dimana sekitar 10 persennya akan menghasilkan FABA. Kalau ini tidak bisa dilakukan pemanfaatan secara optimal, maka ini akan jadi permasalahan nanti kedepannya,” kata Mamit.
Namun demikian, menurut dia, ada sejumlah catatan dari pemanfaatan FABA tersebut. Yang pertama, adalah perlu dibuat peta jalan atau Roadmap terhadap pemanfaatan FABA tersebut.
“Harus ada roadmap yang jelas soal pengelolaan FABA ini sehingga benar-benar bisa lebih optimal, dan semua pihak bisa menerima bahwa FABA saat ini bukan lagi menjadi limbah B3,” tukasnya.
Kemudian catatan selanjutnya adalah perlu adanya sosialisasi yang bukan hanya dilakukan oleh PLN saja, melainkan semua pihak yang terkait.
Sebagaimana diketahui, FABA sendiri bisa dimanfaatkan untuk banyak hal, salah satunya sebagai bahan pembuat semen, hingga material yang digunakan untuk pembangunan jalan.
“Contohnya di (Kementerian) PUPR untuk pembangunan infrastruktur, termasuk juga misal di pertambangan batu bara bisa digunakan untuk bahan penutup lokasi bekas tambang,” tuturnya.
“Dengan adanya FABA saya kira ini bisa jadi suatu potensi untuk mengurangi permasalahan pasca tambang, agar bisa lebih baik lagi, ada vegetasi yang bisa tumbuh disana,” lanjut Mamit.
Selain itu, kata dia, perlu juga ada semacam industri daur ulang agar FABA benar-benar bisa dioptimalisasi.
“Yang ketiga adalah karena FABA sudah bukan limbah B3, maka saya harap pengelolaannya jangan sampai lemah. Karena memang mau bagaimanapun ini tetap limbah ya, yang punya dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Jangan hanya karena ini bukan B3, maka pengawasan lost tanpa ada aturan yang jelas,” pungkasnya.
Sementara Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengungkapkan, sejak keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa abu batubara (fly ash buttom ash/FABA) masuk dalam kategori limbah non B3 terdafta, kini limbah FABA mulai banyak dimanfaatkan oleh PLTU khususnya untuk pembangunan infrastruktur.
“Bahkan, Limbah FABA bisa menggantikan semen karena dinilai lebih kuat. Hal itu justru akan membuat ancaman tersendiri untuk industri semen karena nantinya produk semen akan tergantikan dengan FABA,” kata dia.
“Tentu akan ada perlawanan dari industri semen, suka atau tidak suka itu akan mengurangi penjualan. Maka saya minta agar PLN, Indonesia Power (IP) dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) bisa menjelaskan. Intinya kita sama sama saja, yang penting masyarakat bisa terbantu dan penggunaan FABA bisa optimal,” papar Agus.
Lebih jauh lagi, ia memaparkan bahwa semen menjadi bahan baku utama dalam industri konstruksi karena fungsinya sebagai pengikat batu dan pasir.
“Sekarang misalnya produksi semen 10, dicampur FABA 3 maka sisa 7, tentu secara penjualan akan terganggu. Saya sudah informasikan ke Semen Indonesia, toh juga FABA harus dicampur dengan semen. Intinya itu bisa dibicarakan, kalau berbicara dengan baik demi masyrakat, demi lingkungan maka saya yakin bisa berkolaborasi untuk tujuan yang lebih efisien,” pungkasnya.(SF)