Energy Watch : RUPTL Hijau Jangan Sampai Pacu Kenaikan TDL dan Kelangkaan Pasokan Listrik

Jakarta, ruangenergi.com – Pemerintah melalui Kementerian ESDM baru saja merilis Rencana Umum Penjualan Tenaga Listrik (RUPTL) sebagai acuan investasi ketenagalistrikan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyambut positif atas komitmen pemerintah untuk mengutamakan energi hijau dalam penyediaan listrik.

“Terkait dengan RUPTL 2021-2030 saya melihatnya memang akan lebih hijau dengan porsi EBT yang mencapai 51.6% sedangkan fossil hanya 48,4 %. Ini menunjukan bahwa pemerintah memang berencana untuk terus mengurangi emisi gas rumah kaca dan komitmen paris agreement”, kata Mamit kepada ruangenergi.com, Selasa(5/10/21)

RUPTL Hijau tentu bukan tanpa tantangan. Teknologi energi terbarukan butuh biaya mahal, sehingga butuh peran pemerintah untuk membantu agar harga listrik tidak melonjak.

“Saya melihat ini akan jadi permasalahan ke depannya”, jelasnya

Menurut Mamit, ada beberapa point yang bisa menjadi concern terkait dengan pengembangan EBT.

Pertama, pastinya terkait dengan tarif listrik. Sampai saat ini kita tahu bahwa harga listrik dari EBT masih jauh lebih tinggi dari harga energi fosil. Dengan demikian, ada 2 kemungkinan yang akan terjadi yaitu kenaikan TDL atau penambahan subsidi kelistrikan khusus EBT dari pemerintah.

Kedua opsi ini akan memberikan dampak kepada masyarakat jika naik dan negara jika harus ditambah subsidi. Belum lagi pertumbuhan konsumsi listrik yang tidak signifikan akan terus menyebabkan PLN kelebihan pasokan apalagi skema selama ini selalu TOP dimana PLN harus membeli.

Berdasarkan rumor yang beredar untuk EBT pun skemanya TOP. Oleh karena itu, pemerintah juga harus mendorong pertumbuhan konsumsi listrik dengan menyediakan kawasan industri baru dimana PLN yang menyediakan listriknya.

Kedua, karena EBT ini bersifat intermiten dimana pastinya membutuhkan energi cadangan untuk menjaga terus pasokan listrik. Jika porsi EBT begitu besar, maka saya khwatir akan ada permasalahan yang begitu besar.

Belajar dari Eropa yang mengagung-agungkankan EBT tapi begitu ada kendala terkait dengan harga gas yang selama ini sebagai picker atau backup maka mereka kelabakan dan kembali ke batu bara. Jadi saya kira kita perlu sekali memperhatikan kondisi ini.

Pengembangan EBT harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian dan penerimaan masyarakat. Kita harus realisitis dalam pengembangan EBT ini.

Ketiga, terkait dengan pengembangan industri dalam negeri terkait dengan EBT ini. Jangan sampai nanti kita hanya menjadi pasar impor untuk peralatan EBT sama seperti saat ini menjadi net importir minyak. Jadi harus ada pengembangan industri dalam negeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *