Engelina: Jangan Kelola Gas Masela Seperti Gaya Kolonial

Jakarta,, Ruangenergi.com – Wacana pembangunan kilang Blok Masela di Maluku yang akan dikombinasikan antara onshore (darat) dengan offshore (laut) sebagaimana disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif beberapa waktu lalu ditengarai hanya cara halus untuk mengembalikannya ke laut.

“Keputusan Presiden Joko Widodo sudah sangat jelas bahwa kilang Blok Masela dibangun di darat, tidak ada kombinasi darat dan laut seperti yang direncanakan saat ini. Jika kombinasi darat dan laut diterapkan, maka ada kekhawatiran kilang tersebut secara halus mau dikembalikan ke laut, sehingga rakyat Maluku tidak mendapat maksimal. Hanya zaman kolonial yang mengambil kekayaan tanpa memikirkan rakyat pemilik kekayaan alam,” kata Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina dikutip di Jakarta, Jumat (01/8/2023),

Hal ini disampaikan Engelina menanggapi pernyataan Dirut Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI  pada Rabu (30/08/2023).

Dalam rapat itu, Nicke mengatakan, kalau secara teknis eksplorasi gas akan dilakukan di tengah laut (offshore), sementara produksi dan penyimpanan gas secara floating di tengah laut, dan terminal LNG di daratan (onshore), termasuk fasilitas CCUS.

“Sampai saat ini kami meyakini ini cara yang paling cepat dan efektif yang bisa mengakomodir semua aspirasi yang ada,” katanya.

Terkait hal ini, Engelina mempertanyakan aspirasi siapa yang diakomodir, sebab sejak awal masyarakat Maluku hanya mengetahui Presiden Joko Widodo sudah memutuskan pembangunan kilang di darat. Ironisnya, ketika mereka membahas akuisisi dan saat penandatanganan MoU antara Inpex, Petronas, Pertamina, perwakilan dari Maluku sama sekali tidak diikutsertakan.

“Mereka lupa kalau ada rakyat da nada pemerintah juga di Maluku. Kalau maksudnya aspirasi sesama LP ya yang diakomodir, ya silakan saja. Tetapi, yang terbaik untuk Maluku tetap sesuai keputusan Presiden. Jangan telikung begitu saja. Itu yang sesuai dengan aspirasi Maluku,” jelas Engelina.

Menurut mantan anggota DPR ini, masyarakat hanya mengetahui kilang Masela dibangun di darat,  keputusan Presiden Joko Widodo pada tahun 2016. Namun, bukan rahasia lagi, kalau keputusan itu banyak yang tidak suka, terutama investor bersama sejumlah elite yang memihak keinginan investor.

“Keputusan memindahkan kilang Blok Masela sangat tepat, sehingga masyarakat mendapat manfaat ekonomi dan bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan,” tutur Engelina.

“Sangat sederhana untuk melihat cara pengelolaan gas Blok Masela ini, kalau tidak ada industri yang dibangun di Maluku, maka Maluku akan tetap menjadi korban dari kekayaan alamnya sendiri,” sambungnya.

Kalau soal teknis, banyak ahlinya yang sangat memahami secara teknis. Tetapi, Engelina hanya mau melihat dampaknya untuk Maluku, karena gas Masela itu ada di Maluku.

“Mereka harus jelaskan dari awal, berapa gas jatah domestik dan memastikan siapa yang memanfaatkan gas domestik itu. Kalau tidak ada persiapan membangun industri, seperti industri petrokimia, bukan hanya upstream tetapi sampai midstream hingga downstream, bagaimana untuk memastikan pemanfaatan gas itu,” paparnya.

“Jangan hanya mereka akomodir kebutuhan pasar luar negeri, tetapi dalam negeri bagaimana? Maluku bagaimana? Ini yang tidak ada penjelasannya,” sambung Engelina.

ia juga mengingatkan, ketika pengembangan gas Blok Masela tidak diikuti dengan pembangunan industri atau hilirisasi yang selalu ditekankan Presiden Jokowi, maka pada akhirnya gas untuk domestik juga tidak terserap dan akhirnya dijual lagi ke luar negeri.

“Apa bedanya dengan praktik kolonial kalau ini yang terjadi. Gas dari Maluku dijual ke luar negeri, kemudian kita impor produk akhir dari luar negeri. Orang Maluku juga membeli produk akhir dari gas, sementara masyarakat Maluku dapat apa dari praktik seperti itu,” katanya.

Semestinya, kata Engelina, gas dari Maluku diolah di Maluku, setelah jadi produk akhir baru dikirim ke luar negeri atau ke berbagai tempat. Hanya saja, banyak yang berpikir terbalik, gas dijual murah ke luar negeri, tetapi dibeli dengan harga tinggi setelah gas diolah menjadi berbagai produk akhir.

“Mereka harus pikirkan dari awal industri apa yang dibangun di Maluku, karena hal itu berkaitan erat dengan pemanfaatan gas. Tidak boleh gas dari Maluku diolah atau membangun industri di tempat lain, karena Maluku juga berhak untuk menikmati multiplier effect dari keberadaan gas Blok Masela, baik dari sisi pendapatan pemerintah daerah, maupun dari dampak ekonomi bagi masyarakat luas, termasuk lapangan kerja,” pungkasnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *