Direktur Eksekutif EWI

Ferdinand Hutahean Kecam BPH Migas Soal Cisem

Jakarta, Ruangenergi.com – Kisruh yang terjadi antara Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pembangunan Pipa Transmisi dan Distribusi Gas Bumi ruas Cirebon-Semarang (Cisem) mendapat sorotan dari pengamat yang berkecimpung di sektor energi.

Adalah Ferdinand Hutahean, Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI), yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh BPH Migas sesuatu yang salah. Padahal pemerintah dapat mengatasi hal ini dengan menggunakan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sebab ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Pertama sama mau menyampaikan bahwa apa yang di-ngototkan oleh BPH Migas agar proyek pipa ruas Cisem dilaksanakan oleh swasta menurut saya adalah pemikiran sesat alias pemikiran yang salah. Kenapa demikian, karena ternyata Pemerintah mampu melaksanakannya dengan menggunakan APBN,” jelas Ferdinand saat dihubungi Ruangenergi.com, (25/04).

Ia menambahkan, hal ini terbukti bahwa Menteri ESDM berkeinginan untuk melaksanakan proyek perpipaan ini dengan menggunakan APBN.

“Ini harus kita dukung, karena gas ini adalah sesuatu yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, dan ini harus dikuasai oleh negara. Jadi kalau dilihat dari cara berfikirnya BPH Migas ingin men-swastanisasikan ini mereka telah sesat. Sesat secara ideologi, mereka harusnya mengerti UUD 1945, itu konstitusi kita, segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara,” tegas Ferdinand.

“Loh, kok ini BPH Migas ingin men-swastanisasikan, ada apa antara BPH Migas dengan pihak yang ditunjuk untuk membangun proyek pipa gas Cisem tersebut. Jangan-jangan mereka ada main. Saya pikir ini harus diluruskan bahwa BPH Migas harus merievisi cara berfikirnya dulu baru masuk ke ranah kebijakan,” sambung Ferdinand.

Menurutnya, jika cara berfikir BPH Migas seperti ingin men-swastanisasikan proyek pipa gas Cisem, lama-lama hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak diswastanisasi dan akhirnya Republik ini tidak tersisa lagi milik negara.

“Akhirnya kita menjadi sangat tergantung kepada swasta. Kita ini justru ingin melepaskan diri dari ketergantungan terhadap swasta,” paparnya.

Ia kembali mengungkapkan, kalau hanya soal kerjasama dengan pihak swasta hal itu boleh-boleh saja. Akan tetapi, dalam hal penguasaan kalau memang negara mampu kenapa tidak mengandalkan kekuatan negara.

“Ini kan lebih baik negara menguasainya, sehingga hajat hidup orang banyak terjamin,” tuturnya.

Yang kedua, jelas Ferdinand, terkait proyek pipa gas ini, ia melihat bahwa ada yang salah dari cara berfikir BPH Migas.

“Saya melihat ada kesesatan berfikir dari BPH Migas. Betul memang BPH ini namanya Badan tidak terkait dibawah Lembaga/Kementerian, betul itu dia melaporkan hal-hal yang menjadi kewajibannya kepada Presiden secara langsung. Tapi dalam hal yang sifatnya koordinasi bahwa Kementerian ESDM itu Lembaga negara yang diatur oleh Undang-Undang mengatur hal-hal terkait dengan sumber daya energi, disanalah seharusnya mereka berkoordinasi,” ungkapnya.

Ia mengatakan, terkait aturan perizinan dan hal-hal yang bersifat teknis semuanya ada di bawah Kementerian ESDM. Sehingga ketika BPH Migas menolak koordinasi dengan Menteri ESDM, menurut Ferdinand, ini merupakan sesuatu hal yang aneh.

“BPH Migas ini maunya apa, kenapa tidak mau berkoordinasi dengan Menteri ESDM, yang harusnya mereka bekerjasama, koordinasi sama-sama memutuskan untuk merumuskan kebijakan ke depan seperti apa. Tapi tampaknya ada kepentingan dibalik ini semua, sehingga BPH Migas ngotot sekali harus swasta,” urai Ferdinand.

Ketiga, ia mengemukakan, semestinya proyek perpipaan ini sejak awal Menteri ESDM mengambil inisiatif.

“Terkait dengan program strategis nasional ini mestinya Menteri ESDM memimpin disini sehingga proyek ini bisa sukses di tangan pemerintah bukan di tangan swasta,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *