Arie Gumilar

FSPPB Khawatir Pertamina Akan menanggung Beban Permasalahan Jika Permasalahan Blok Rokan Belum Tuntas

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com –  Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), mengaku khawatir PT Pertamina (Persero) akan menanggung beban apabila permasalahan yang timbul selama dikelola oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) tidak segera dirampungkan.

Hal tersebut dikatakan oleh President FSPPB, Arie Gumilar, secara virtual dalam diskusi online bertemakan Tuntaskan Masalah Blok Rokan, Sebelum Diserahkan ke Pertamina, (12/06).

Pasalnya, proses alih kelola Blok Rokan dari CPI ke PT Pertamina (Persero) pada 9 Agustus 2021 mendatang dinilai masih dipenuhi berbagai persoalan serius.

Untuk itu, pihaknya mendesak agar manajemen CPI menuntaskan kewajibannya terlebih dahulu sebelum meninggalkan Indonesia. Persoalan pertama terkait dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) serta tanah terkontaminasi minyak yang muncul selama proses produksi oleh CPI.

Ia menambahkan, FSPPB mendesak CPI bertanggung jawab atas timbulnya persoalan lingkungan tersebut. Harus ada upaya recovery atau pemulihan agar masyarakat yang tinggal di area produksi blok Rokan terjamin keamanan dan keselamatan. Apabila persoalan ini tak dirampungkan maka kedepan akan menjadi beban bagi Pertamina.

“Selama kegiatan produksi di Blok Rokan menyisakan persoalan lingkungan yang kalau dikonversi ke rupiah itu nilainya lebih dari US$ 1,7 miliar. tu kalau tidak dselesaikan sebelum alih kelola itu dilakukan akan jadi beban buat Pertamina dan negara. Juga bahaya bagi masyarakat Riau dan daerah yang terdampak,” kaya Arie.

Menurutnya, persoalan lain yang muncul adalah tak ada izin bagi Pertamina untuk open akses data-data produksi, SDM dan hal-hal terkait dengan proses produksi oleh CPI.

Padahal, kaya Arie, untuk blok terminasi diharuskan ada keterbukaan data demi menjaga produksi minyak dan gas tetap optimal.

Akibat dari enggan-nya CPI membuka akses data-data tersebut Pertamina mengalami kesulitan dalam investasi. Hal itu terbukti dari penurunan jumlah produksi yang terus mengalami penyusutan sejak penetapan berakhirnya kontrak pengelolaan CPI pada blok Rokan.

“Paska ditetapkannya pengelolaan oleh Pertamina produksi blok Rokan terus menurun. Proses transisi alih kelola tidak jalan mulus. CPI tidak mau investasi yang mengakibatkan produksi terus turun dari sebelumnya sekitar 200 ribu barel oil per hari (bph) kemudian susut menjadi 190 ribu bph, 170 ribu bph. Bahkan di awal tahun 2021 hanya 165 ribu bph,” paparnya.

Persoalan lain adalah tersandranya pasokan listrik dan uap blok Rokan oleh anak usaha CPI yaitu Chevron Standard Ltd (CSL) lantaran mereka tidak mau menyerahkan pembangkitnya ke Pertamina. Akibatnya pasokan listrik dan uap terganggu.

Dirinya meminta agar CPI memenuhi ketentuan yang berlaku terkait dengan penyerahan pengelolaan blok yang sudah berakhir kontraknya.

“FSPPB konsisten berjuang menegakkan kedaulatan energi nasional dengan merebut blok blok yang masuk terminasi yang dikauasai asing agar dikelola oleh negara melalui Pertamina,” tutup Arie.