Jakarta, Ruangenergi.com – Organisasi negara-negara penghasil minyak dan gas (OPEC+) berencana memangkas produksi guna mengimbangi ketidakpastian ekonomi dan pasar minyak dunia, di tengah harga minyak yang terus melemah. Lalu, bagaimana dampak dari keputusan OPEC+ tersebut kepada perekonomian Indonesia?
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, pemangkasan setara 2 persen pasokan global tersebut pasti akan memicu kekhawatiran suplai yang mengetat, meskipun saat ini permintaan masih belum normal karena resesi ekonomi di beberapa negara.
“Saya kira pemangkasan ini pada posisi yang kurang tepat karena sebentar lagi akan memasuki musim dingin serta natal dan tahun baru yang kebutuhan akan energi bisa mengalami peningkatan,” katanya kepada Ruangenergi.com, Sabtu (7/10/2022).
Mamit mengatakan, keputusan OPEC+ itu akan memicu kenaikan harga minyak dunia ke level yang cukup tinggi hingga akhir tahun ini. Dan otomatis itu akan sangat berdampak bagi Indonesia sebagai net importir minyak.
“Dampak pertama adalah biaya pokok penyediaan BBM akan terus meningkat sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia yang juga akan diperparah dengan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS. Dengan demikian untuk BBM umum (JBU/BBM nonsubsidi) saya kira bulan depan akan terjadi koreksi kembali terhadap harga,” ungkap Mamit.
Meski begitu, ia memprediksi pemerintah tidak akan melakukan penyesuaian harga BBM subsidi, yaitu Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
“Untuk BBM JBT dan JBKP saya kira pemerintah akan tetap menahan harga seperti saat ini agar tetap menjaga daya beli masyarakat serta pertumbuhan ekonomi,” imbuh dia.
Selain berdampak kepada harga BBM di dalam negeri, lanjut Mamit, keputusan OPEC+ juga dinilai akan memengaruhi sektor hulu migas Indonesia, yang akan menyambut positif dengan upaya peningkatan produksi untuk menambah penerimaan negara.
Lebih jauh Mamit berpendapat, bahwa pemerintah tidak bisa berbuat banyak terkait harga minyak dunia, apalagi di tengah posisi Indonesia yang masih sebagai net importir migas. Untuk itu ia mengusulkan agar dibentuk dana abadi migas atau petroleum fund.
“Saya sebenarnya mengusulkan agar dibentuk yang namanya Petroleum Fund. di mana penerimaan negara dari migas tidak sepenuhnya sebagai devisa negara tapi disimpan dalam Petroleum Fund ini,” tukasnya.
“Dana abadi migas ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan cadangan migas nasional, melakukan riset dan pengembangan (R&D), membantu masyarakat ketika harga naik agar BBM tetap stabil bahkan untuk peningkatan energi baru terbarukan (EBT) ke depannya,” pungkasnya.(Red)