batubara

HBA Juli Melonjak, Pemerintah Diminta Manfaatkan Momentum untuk Peningkatan PNBP

Jakarta, Ruangenergi.com – Di tengah peningkatan harga batubara, Pemerintah diminta untuk menjadikan momentum meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara (minerba).

Hal tersebut dikatakan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto dalam keterangan resminya, (09/07).

Menurutnya, harga batubara yang saat ini menyentuh level tertinggi sejak November 2011 (10 tahun lalu) seiring meningkatnya tingkat konsumsi di negara Asia.

“Seiring dengan mulai membaiknya perekonomian beberapa negara konsumen batubara terbesar dunia, seperti China dan Amerika Serikat, harga batu bara pada tahun 2021 melonjak drastis karena tingginya permintaan dari negara-negara tersebut,” kata Rofik.

Ia menambahkan bahwa Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 sampai saat ini telah memukul kinerja dunia usaha di Indonesia, salah satunya di bidang pertambangan minerba.

Namun tercatat per Juli 2021, harga acuan batubara (HBA) kembali menguat dan mencapai US$ 115,35 per ton, jauh lebih tinggi daripada harga rata-rata di tahun 2020 sebesar US$ 58,17 per ton atau yang terendah sejak tahun 2015.

Anggota Komisi VII DPR

“Sebagai contoh produksi batubara yang mengalami penurunan 9,5% dari 616,16 juta ton pada tahun 2019 menjadi 557,54 juta ton di tahun 2020. Hal ini berdampak kepada PNBP sektor minerba, yang menurun signifikan sebesar 24,1% dari Rp45,59 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp34,6 triliun di tahun 2020,” bebernya.

Meski begitu, Rofik menuturkan, adanya kenaikan harga ini secara otomatis akan meningkatkan PNBP Minerba khususnya dari penjualan batubara secara keseluruhan pada tahun 2021 ini.

Bahkan, dia memperkirakan harga ini akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan upaya pemulihan ekonomi oleh negara-negara konsumen batubara lainnya.

“Kinerja produksi dari semua tambang harus dioptimalkan, namun tetap dalam kaidah-kaidah pertambangan yang baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jangan sampai ketika produksi batubara dan mineral lainnya digenjot, justru menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah di wilayah sekitar tambang,” tutupnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan untuk Juli 2021 naik sebesar US$ 15,02 per ton menjadi US$ 115,35 per ton dibandingkan harga bulan sebelumnya yang berada pada level US$ 100,33 per ton.

Menurut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama KESDM Agung Pribadi, harga batubara acuan tersebut menyentuh level tertinggi dalam 10 tahun terakhir karena dipicu peningkatan konsumsi di negara-negara Asia Timur.

“Kapasitas pasokan batu bara domestik China terus menipis seiring kembalinya geliat aktivitas pembangkit listrik. Kenaikan itu menjadi yang paling tinggi dalam satu dekade,” tutur Agung.

Agung menjelaskan, China cukup kewalahan memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri akibat terjadinya kendala operasional, seperti kecelakaan tambang dan perubahan cuaca ekstrem. Selain China, Jepang dan Korea Selatan juga menunjukkan grafis kenaikan serupa yang berimbas pada kenaikan harga batu bara global.

Harga batu bara acuan diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, total kelembaban 8%, total belerang 0,8%, dan abu 15%.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *