Holding Panasbumi Harus Ditempatkan Pada Jalur Bisnis Inti

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.comKementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui publikasi media telah memberikan sinyal kuat terhadap Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk memimpin (holding) perusahaan-perusahaan panas bumi milik BUMN (perusahaan pelat merah).

Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, mengatakan, dalam keterangannya mengatakan alasan holding diserahkan kepada PGE, yaitu untuk menjawab tantangan dan kebutuhan pengembangan panas bumi yang cukup besar, demikian yang disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN Pahala N. Mansury.

“Disamping itu, pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada 2025 dengan kemampuan yang saat ini dimiliki oleh Pertamina. Kapasitasnya akan ditargetkan meningkat dari yang awalnya 1,2 GigaWatt (GW) menjadi 2,5 GW,” kata Defiyan, (27/07).

Selain itu, lanjutnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, pernah menyatakan, bahwa pihaknya juga harus berfokus dalam menyehatkan keuangan PLN. Latar belakang pernyataannya itu disebabkan oleh utang PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), BUMN dengan harta kekayaan terbesar ini telah mencapai Rp500 Triliun lebih, dan tidak ada jalan lain selain segera disehatkan, begitu kata Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, pada Hari Kamis tanggal 3 Juni 2021 lalu.

Kepentingan Terselubung

Defiyan, kembali mengatakan, namun dibalik pernyataan itu, langkah-langkah yang diambil oleh Menteri BUMN justru kontraproduktif terhadap maksud dan tujuan penyehatan PLN. Diantaranya adalah soal akan dilepasnya beberapa Anak Perusahaan (AP) PLN menjadi sub holding dari Holding Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang akan diinduki oleh Pertamina Geothermal Energi (PGE), justru menunjukkan langkah inefisiensi dan inefektifitas korporasi.

“Apalagi, kemudian berencana melakukan pemecahan saham (stock split) dengan mengajukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) melalui Pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) jelas merupakan pelanggaran konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945,” paparnya.

Menurutnya, jika holdingisasi dikaitkan dengan kebijakan IPO ini, selain tidak sesuai dengan standar baku teori manajemen umum yang biasa dilakukan oleh korporasi swasta (seperti halnya VOC diera kolonialisme Belanda), malah menunjukkan ketidaksesuaian antara pernyataan dan tindakan Erick Tohir yang dianggap sebagai pengusaha profesional dan berhasil mengelola korporasi swasta untuk tujuan restrukturisasi BUMN.

“Langkah IPO, sebaliknya malah akan membuat alienasi dan degradasi kinerja BUMN seperti yang telah ditunjukkan oleh Garuda Indonesia, dan terbaginya laba usaha yang diperoleh tidak utuh masuk ke Kas Negara karena harus dibagi kepada pemegang saham publik,” terangnya.

Ia menambahkan, bahkan, soal PGE yang ditunjuk sebagai persero sekalipun yang memimpin holding dari PLTPB bukanlah otoritas Pertamina dalam menolak penugasan tersebut.

“Malah agenda dibalik holdingisasi PLTPB antara PGE dan PLN mengindikasikan lemahnya konsep restrukturisasi yang dijalankan oleh Menteri BUMN Erick Tohir. Dan, seolah-olah ada kepentingan perdagangan terselubung (insider trading) dari para korporasi swasta disektor ini untuk mengambil keuntungan,” imbuhnya.

Selain itu, terang Defiyan, PLN juga telah terbebani dengan berbagai kebijakan stimulus listrik yang kembali diterapkan pada periode Juli-September 2021 sejalan dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“Pertanyaannya, adalah tepatkah holdingisasi PLTPB ini diteruskan dengan tidak berdampak pada semakin rapuhnya keuangan PLN dalam upaya menyehatkannya? Sementara PGE yang merupakan AP Pertamina dan bukanlah persero yang bergerak dalam bisnis inti (Core Business) industri ketenagalistrikan, tetapi Minyak dan Gas Bumi (Migas). Kebijakan yang akan diambil ini justru seolah-olah melakukan “divide et impera“, bukanlah tindakan arif dan bijaksana sebagai sosok yang mengkoordinasi BUMN secara sektoral, mestinya penggabungan BUMN didasarkan pada kemampuan dan pengalaman dalam bisnis intinya,” tutupnya.