Jakarta, Ruangenergi.com – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Perwakilan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menggelar diskusi dengan tema pembahasan illegal drilling di wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya.
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel, Anggono mahendrawan, mengatakan, sumur ilegal masih marak terjadi dan bahkan menjadi penopang ekonomi masyarakat tanpa pertimbangkan aspek keselamatan.
“Ada beberapa fenomena kebakaran sumur ilegal dan dampak rusak luar biasa korban jiwa maupun lingkungan tapi tak menyurutkan oknum menghentikan sumur ilegal bahkan muncul wacana revisi Permen. Dan relaksasi penurunan spesifikasi teknis, ini tidak seirama dengan upaya penurunan sumur ilegal,” ujarnya, (05/11).
Menurutnya, kegiatan ilegal drilling tidak mengikuti kaedah teknik dalam kegiatan pemboran, apakah sumur ilegal memberikan ekonomi atau hanya menjadi eksploitasi para cukong.
“Mereka mungkin dapat sewa lahan, tapi seberapa banyak apakah sebanding dengan risiko di lapangan yang ujungnya masyarakat tanggung beban dan dampaknya,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, ilegal drilling, jika diliat dampaknya sangat besar bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan.
“Maraknya ilegal drilling di Sumsel dan Jambi serta wilayah lainnya, kewenangan SKK Migas adalah melakukan pengendalian hulu migas berdasarkan KKKS, kita diminta bantu oleh pemerintah. Kami alami kesulitan karena ilegal drilling tak ikuti kaedah teknik, ini bisa turunkan minat investasi,” imbuhnya.
“Kegiatan sumur ilegal tak jelas kompetensinya bagi pendapatan bagi daerah apalagi pusat. Tapi yang jelas dampak yang ditinggalkan akan ditanggung semua pihak. Maka penting bagi kita untuk memberikan pemahaman yang benar terkait ilegal drilling,” tuturnya.
Sementara, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Ngatijan, mengungkapkan bahwa upaya menangani sumur ilegal, SKK Migas telah menjalin kerja sama dengan TNI-Polri, melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, hingga pembentukan tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal.
Terdapat dua alternatif dalam menangani sumur ilegal tersebut. Pertama, menghentikan aktivitas penambangan dengan rekomendasi prosedur penanganan dari seluruh aspek mulai dari dampak sosial, dampak lingkungan, dampak keamanan, hingga proses hukum.
Kedua, memberikan payung hukum agar aktivitas sumur ilegal tersebut dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga kegiatan produksi bisa berjalan baik dan aman serta memberikan manfaat bagi daerah.
Selain itu, dia memperkirakan terdapat sekitar 4.500 sumur ilegal yang tersebar di Indonesia.
“Diperkirakan ada 4.500 sumur ilegal dan produksinya kurang lebih 2.500 barel minyak per hari,” jelas Ngatijan.
Ngatijan menambahkan, angka itu diperoleh dari pendataan yang dilakukan kantor perwakilan SKK Migas di daerah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dia mengungkapkan, apabila sumur-sumur ilegal tersebut dikelola secara baik bisa menghasilkan minyak sebanyak 10.000 barel per hari. Gambaran umum kegiatan penambangan sumur ilegal terdapat di banyak daerah, seperti Desa Bayat Ilir, Sumatera Selatan dengan jumlah yang tidak diketahui; Kabupaten Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Bireun mencapai 2.000 sumur; Desa Lubuk Napal di Jambi ada 53 sumur.
Lebih jauh, ia mengatakan, aktivitas tersebut juga terdapat di Musi Banyuasin wilayah Sumatera Selatan dengan jumlah sumur yang tidak diketahui; Betung di Jambi mencapai 1.500 sumur, Telaga Said di Sumatera Utara sebanyak 150 sumur, dan Perlak di Aceh Timur ada 800 sumur.
“Kedalamannya bervariasi ada yang cuma 200 meter, ada yang 100-400 meter, dangkal. Bahkan sumur yang paling dalam mencapai 430 meter,” papar Ngatijan.
Kualitas minyak bumi yang dihasilkan dari sumur-sumur ilegal tersebut juga bervariasi dengan rata-rata 40-50 derajat API.
“Kegiatan sumur-sumur ilegal ini kesimpulannya adalah merugikan negara, merusak lingkungan, dan menyebabkan korban jiwa,” tandasnya.