Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com– Prospek bisnis aluminium global dan domestik diyakini masih tergolong sangat positif hingga jangka panjang.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), Melati Sarnita, memproyeksikan pasar aluminium global akan tumbuh moderat, mencapai akumulasi pertumbuhan sekitar 11% hingga tahun 2035.
Keyakinan ini disampaikan Melati Sarnita dalam bincang santai virtual bersama Godang Sitompul, dari ruangenergi.com di Jakarta, Sabtu (25/10/2025). Menurutnya, penggerak utama pertumbuhan ini adalah kebutuhan aluminium yang kian masif dalam agenda transisi energi global.
“Kenaikan ini terutama ditopang oleh kebutuhan aluminium dalam agenda transisi energi global, di mana sektor-sektor seperti otomotif listrik, infrastruktur energi terbarukan—terutama solar (panel surya) dan grid listrik—serta konstruksi ringan menjadi pendorong utama permintaan,” ujar Melati Sarnita yang pernah duduk sebagai Direktur Pengembangan Usaha INALUM pada 16 Juni 2023 lalu.
Mengenai kenaikan harga aluminium yang belakangan menyentuh kisaran USD 2.800/MT, Melati Sarnita menilai lonjakan tersebut lebih bersifat jangka pendek (short term). Kenaikan ini dipicu oleh faktor sentimen kebijakan tarif internasional dan gangguan pasokan di beberapa tambang tembaga besar dunia.
“Lonjakan ini mendorong pasar beralih sementara ke aluminium sebagai substitusi untuk beberapa aplikasi,” jelasnya. Namun, ia menambahkan bahwa dalam jangka menengah, harga aluminium diperkirakan akan stabil seiring dengan normalisasi rantai pasok dan tercapainya keseimbangan antara permintaan dan kapasitas produksi global.
Untuk pasar domestik, prospek bisnis aluminium di Indonesia dinilai bahkan lebih menjanjikan dibandingkan rata-rata global. Hal ini didukung oleh permintaan domestik dan regional yang terus meningkat, serta adanya peluang ekspor yang terbuka. Potensi ini, lanjutnya, akan optimal jika rantai industri aluminium terintegrasi secara penuh, mulai dari tambang bauksit, pengolahan alumina, hingga produksi aluminium siap pakai.
Strategi Jangka Panjang INALUM: Hilirisasi dan Ekspansi
Menyikapi kondisi pasar tersebut dan selaras dengan kebijakan hilirisasi mineral nasional, INALUM, lanjut Melati yang merupakan lulusan Teknik Metalurgi Universitas Indonesia (UI) tahun 1999, telah menjalankan strategi pengembangan yang menyeluruh dan berorientasi jangka panjang. Tiga fokus utama strategi INALUM dijelaskan Melati dengan jelas, yakni:
Pertama, Integrasi Hulu–Hilir, dimana INALUM bersama PT ANTAM Tbk sedang membangun Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR-1) di Mempawah, Kalimantan Barat, dengan kapasitas 1 juta ton alumina per tahun. Fasilitas ini akan mengolah bauksit milik ANTAM menjadi alumina, yang kemudian dikirim ke smelter INALUM di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Ke depan, INALUM juga merencanakan kepemilikan bersama di tambang bauksit ANTAM untuk menjamin kesinambungan pasokan bahan baku.
Kedua, Ekspansi Kapasitas Produksi, dimana INALUM berencana mengembangkan SGAR-1 menjadi SGAR-2, meningkatkan kapasitas alumina menjadi 2 juta ton per tahun. Selain itu, akan dibangun smelter aluminium baru di Mempawah dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun untuk memperkuat rantai pasok domestik dan menambah kapasitas produksi nasional.
Ketiga, Kemandirian Pasokan Material Pendukung, dimana untuk mengamankan pasokan Coal Tar Pitch (CTP), bahan baku penting dalam peleburan aluminium, INALUM tengah menjajaki kerja sama strategis dengan mitra industri untuk membangun pabrik CTP di Kuala Tanjung, di mana INALUM akan bertindak sebagai offtaker utama.
Dengan implementasi inisiatif-inisiatif ini, Melati Sarnita menargetkan INALUM dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri aluminium global, mewujudkan kemandirian industri nasional, serta mendukung agenda transisi energi dan hilirisasi SDA nasional yang berkelanjutan.












