Jakarta, Ruangenergi.com – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, bahwa meskipun pengembangan bioethanol harus dilakukan untuk mendukung transisi energi, namun dalam kondisi penciptaan pasar sekarang harga jual mesti terjangkau masyarakat.
“Dengan meningkatnya tuntutan peduli lingkungan yang kuat, pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan tetapi dengan harga yang terjangkau, kalau terlalu mahal, lama-lama masyarakat kosong. Tak ada yang mau beli,” katanya dikutip di Jakarta, Sabtu.
Oleh karena itu, kata dia, selain meniadakan pajak ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN), Pemerintah juga bisa memberikan subsidi dan berbagai insentif agar harga bioethanol terjangkau.
“Hal lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan pasar bioethanol, adalah dengan mendorong lingkungan bisnis menggunakan BBN tersebut,” ujarnya.
Dia memberi contoh, jika perusahaan ingin memperoleh sertifikat ESG, maka kendaraan operasional harus menggunakan bioethanol, cara itu akan mendorong penggunaannya sehingga pasarnya akan membesar.
“Saya juga mendukung perlunya diversifikasi bahan baku agar bioethanol juga bisa diproduksi dengan harga jual yang terjangkau selain itu, pabrik ethanolnya tidak jauh dari lahan bahan baku sehingga biaya transportasi juga bisa ditekan,” tukasnya.
Sebelumnya, Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM Efendi Manurung menyatakan pemerintah tidak menutup kemungkinan akan memberi dukungan pengembangan bioethanol mulai dari hulu, antara lain pembibitan tebu dan pemupukan.
“Harganya bisa kita tekan kalau kita berikan dukungan mulai dari hulu, pembibitan, pemupukan, unit produksi dan sebagainya. Sehingga nanti di produk akhir, harganya bisa lebih kompetitif dengan harga BBM fosil yang disubsidi,” ujarnya pada sebuah kesempatan.
Menurut Efendi, dukungan yang dimaksud adalah pemerintah memberikan subsidi pada setiap tahapan prosesnya mulai hulu sehingga mencapai harga keekonomian saat dijual ke pasar.
“Posisi pemerintah saat ini masih menerima semua masukan, baik dalam bentuk hasil riset maupun pendapat ahli. Kita masih mendorong riset-riset bioethanol generasi kedua, ketiga dan seterusnya,” ujar Efendi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi juga memastikan, bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai.
“Jadi kemarin dengan Kementerian Keuangan masalah cukai itu kalau digunakan untuk fuel sudah jelas nggak, tanpa cukai. Jadi sudah jelas tanpa cukai,” katanya.(Red)