Jakarta, ruangenergi.com – Indonesia dan Denmark sepakat untuk mempererat kerja sama dalam pengembangan penataan ruang laut (Marine Spatial Planning/MSP), khususnya untuk mendukung pemanfaatan energi terbarukan dari angin lepas pantai (offshore wind). Kolaborasi ini diwujudkan melalui kegiatan bersama yang digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kedutaan Besar Denmark di Jakarta, Senin (5/4), dalam sebuah lokakarya bertajuk Workshop on Marine Spatial Planning & Offshore Wind Permitting.
Kegiatan ini menjadi wadah diskusi strategis mengenai pemanfaatan sumber daya kelautan Indonesia untuk pengembangan energi bersih. Denmark, yang dikenal sebagai pelopor energi angin lepas pantai, berbagi pengalaman lebih dari 30 tahun dalam mengembangkan sektor tersebut.
Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut KKP, Kartika Listriana, menyebut Denmark sebagai mitra penting dalam upaya pengelolaan ruang laut Indonesia. “Kerja sama dalam MSP telah banyak membantu proses perencanaan wilayah laut secara berkelanjutan. Kini, fokus mulai bergeser ke pemanfaatan potensi energi laut, terutama dalam bentuk energi terbarukan,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Kamis (8/5).
Indonesia sendiri telah mengembangkan sistem MSP selama lebih dari 20 tahun yang mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan dan pemanfaatan ruang, hingga pengawasan dan pembinaan. Kartika menegaskan bahwa pengembangan offshore wind akan menjadi lompatan besar dalam mewujudkan tujuan-tujuan MSP dan mendukung agenda ekonomi biru nasional.
Dari pihak Denmark, Head of Energy Cooperation dari Danish Energy Agency (DEA), August Axel Zacharie, menekankan keberhasilan negaranya dalam mengintegrasikan energi terbarukan ke sistem nasional.
“Lebih dari separuh kebutuhan listrik Denmark berasal dari tenaga angin dan surya. Industri ini juga memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi, dengan pendapatan tahunan sekitar 10 miliar Euro dan lapangan kerja bagi 30 ribu orang,” ungkapnya.
Sementara itu, Plt. Direktur Pemanfaatan Ruang Kolom Perairan dan Dasar Laut KKP, Didit Eko Prasetiyo, memaparkan prosedur pemanfaatan ruang laut untuk proyek wind offshore. Ia menjelaskan bahwa ada dua kegiatan utama yang memerlukan perizinan: pembangunan turbin angin di laut dan pemasangan kabel bawah laut untuk menyalurkan listrik ke daratan.
“Untuk dasar pemanfaatan ruang laut, izin diperoleh melalui KKP (KKPRL), sementara izin usaha berada di bawah kewenangan Kementerian ESDM, tentunya dengan persetujuan kabel bawah laut dari PLN,” terang Didit.
Lebih lanjut, Didit juga menyoroti berbagai inovasi dalam penataan ruang laut, termasuk penerapan teknologi digital dalam sistem pemantauan laut (Ocean Monitoring System/OMS) yang akan diterapkan di 20 kawasan konservasi hingga 2029. KKP juga mendorong rencana zonasi untuk ekosistem biru, perencanaan ruang perairan darat, hingga integrasi darat-laut untuk mewujudkan kebijakan One Spatial Planning Policy.
Seluruh langkah tersebut sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang menegaskan bahwa penataan ruang laut memainkan peran sentral dalam implementasi kebijakan ekonomi biru.
“Pengelolaan ruang laut yang efisien, adil, dan berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berbasis kelautan yang berkelanjutan,” ujarnya.