Jakarta,ruangenergi.com-Head of Corporate Communication Adaro Energy Febrianti Nadira mengatakan menjadi prioritas dari Adaro untuk mematuhi peraturan ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) serta memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara.
Untuk tahun 2021 DMO Adaro sekitar 11,1 juta ton. Realisasi penjualan domestik pada bulan Januari – Oktober 2021 sebesar 9,69 juta ton.
”Dengan tambahan penjualan di November & Desember 2021, maka estimasi total penjualan batu bara ke domestik untuk tahun 2021 adalah 26-27% dari total produksi (lebih dari yg disyaratkan),” kata Febrianti kepada ruangenergi.com,Sabtu (01/01/2022) di Jakarta.
Ira,sapaan akrab Febrianti Nadira,menyampaikan hal tersebut ketika diminta tanggapan atas berita Kementerian ESDM memberlakukan larangan ekspor batubara mulai 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.
Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batubara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
“Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, pada acara Sosialiasi Kebijakan Pemenuhan Batubara dengan pengusahan batubara di Jakarta, Sabtu (1/1/2022).