Jakarta,ruangenergi.com-Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) dikabarkan menggelar rapat bahas Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan.
Ada yang menarik dalam bahasan Rapat Baleg, tanggal 17 Maret 2022, pukul 11.09 WIB. Dalam dokumen yang diterima ruangenergi.com, disebutkan bahwa saat rapat dibahas ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan Energi Baru dan Energi Terbarukan meliputi:
a. penguasaan;
b. transisi dan peta jalan;
c. Sumber Energi Baru dan Sumber Energi Terbarukan;
d. perizinan dan pengusahaan Energi Baru dan Energi Terbarukan;
e. penyediaan dan pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan;
f. pengelolaan lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja;
g. penelitian dan pengembangan;
h. harga Energi Baru dan Energi Terbarukan;
i. insentif;
j. dana Energi Baru dan Energi Terbarukan;
k. pembinaan dan pengawasan; dan
l. partisipasi masyarakat.
Kemudian dibahas juga terkait transisi dan peta jalan. Dalam draft RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan,pada Pasal 6 disebutkan bahwa:
(1) Pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan untuk menggantikan energi tak terbarukan dilakukan dengan transisi Energi dalam masa tertentu secara bertahap, terukur, rasional dan berkelanjutan.
(2) Transisi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Energi Baru dan Energi Terbarukan dapat menjadi sumber energi pembangkit yang andal, ekonomis, dan beroperasi secara berkesinambungan guna mencapai target karbon netral.
(3) Transisi pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan pasokan dan kebutuhan tenaga listrik, serta kesiapan sistem ketenagalistrikan nasional.
(4) Transisi pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pembangunan pembangkit Energi Baru dan Energi Terbarukan, konversi dan/atau
pemanfaatan kemajuan teknologi (advanced technology) dalam menurunkan emisi karbon pada pembangkit Energi tak terbarukan.
(5) Pelaksanaan transisi pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan tetap memanfaatkan pembangkit Energi tak terbarukan yang ada sesuai dengan kebutuhan sistem ketenagalistrikan setempat.
(6) Untuk memastikan ketersediaan energi primer dalam pemanfaatan pembangkit listrik Energi tak terbarukan yang ada sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penyediaan batubara bagi kebutuhan pembangkit listrik dilakukan dengan mekanisme penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) dengan ketentuan:
a. minimal 30% (tiga puluh persen) dari rencana produksi batubara;dan
b. harga paling tinggi USD 70/ton dengan acuan batubara kalori 6.322 kcal per kg.
(7) seluruh pembangkit listrik tenaga diesel wajib diganti menjadi pembangkit listrik Energi Baru dan Energi Terbarukan paling lambat pada tahun 2024.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat menetapkan peta jalan pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan untuk menjamin keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik dalam sistem ketenagalistrikan nasional yang mengacu pada kebijakan energi nasional,
(2) Peta jalan pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
(3) Peta jalan pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk mendorong sektor transportasi, industri dan peralatan rumah tangga yang masih berbasis
bahan bakar fosil agar beralih secara bertahap ke peralatan berbasis listrik sebagai upaya penurunan emisi karbon.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan peta jalan pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V
ENERGI BARU
Bagian Kesatu
Sumber Energi Baru
Pasal 9
(1) Sumber Energi Baru terdiri atas:
a. nuklir;
b. hidrogen;
c. gas metana batubara (coal bed methane);
d. batubara tercairkan (coal liquefaction);
e. batubara tergaskan (coal gasification); dan
f. Sumber Energi Baru lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Sumber Energi Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Nuklir
Pasal 10
(1) Nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
(2) Pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning pembangkit listrik tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh perusahaan listrik milik negara.
(3) Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan listrik milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Pemerintah Pusat membentuk majelis tenaga nuklir yang bertugas merancang, merumuskan, menetapkan, dan mengelola pelaksanaan program tenaga nuklir nasional.
(2) Majelis tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah Pusat, akademisi, ahli di bidang ketenaganukliran, dan masyarakat dengan komposisi yang proporsional.
(3) Majelis tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai majelis tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 12
(1) Pemerintah Pusat dapat menetapkan badan usaha milik negara yang melakukan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.
(2) Badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan badan usaha milik swasta.
(4) Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pertambangan yang menghasilkan mineral ikutan radioaktif.
(5) Badan Usaha terkait pertambangan dan mineral batubara yang menghasilkan mineral ikutan radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(6) Orang perseorangan atau Badan Usaha yang menemukan mineral ikutan radioaktif wajib mengalihkan pada negara atau badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) serta penemuan mineral ikutan radioaktif oleh orang perseorangan atau Badan Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Setiap kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat, kecuali dalam hal tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir dan instalasi nuklir lainnya, serta dekomisioning pembangkit listrik tenaga nuklir wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Pemerintah Pusat menyediakan tempat penyimpanan lestari limbah radioaktif tingkat tinggi.
(2) Penentuan tempat penyimpanan lestari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 15
(1) Pemerintah Pusat membentuk badan pengawas tenaga nuklir yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(2) Badan pengawas tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas melaksanakan pengawasan terhadap keselamatan dan
keamanan nuklir terhadap pembangkit daya nuklir serta kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
peraturan, perizinan, dan inspeksi.
Pasal 27
Penyediaan Energi Baru dilakukan melalui:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik desa;
d. koperasi;
e. badan usaha milik swasta; dan
f. badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 28
(1) Pemerintah Pusat dapat menugaskan perusahaan listrik milik negara atau badan usaha milik swasta untuk membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Baru.
(2) Penugasan Pemerintah Pusat kepada perusahaan listrik milik negara atau badan usaha milik swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan listrik milik
negara atau badan usaha milik swasta, termasuk keseimbangan pasokan dan beban serta kesiapan sistem kelistrikan setempat.
(3) Pemerintah Pusat dapat menugaskan perusahaan minyak dan gas bumi milik negara atau badan usaha milik swasta untuk membeli bahan bakar yang dihasilkan dari Energi Baru.
(4) Dalam hal Pemerintah Pusat menugaskan perusahaan listrik milik negara, perusahaan minyak dan gas bumi milik negara, atau badan usaha milik swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
maka perusahaan atau badan usaha dimaksud mendapatkan insentif.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Pemanfaatan
Pasal 29
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemanfaatan
Energi Baru dengan:
a. mengoptimalkan dan mengutamakan seluruh potensi Sumber Energi Baru setempat secara berkelanjutan;
b. mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, lingkungan, dan keberlanjutan; dan
c. memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan
kegiatan ekonomi di daerah penghasil Sumber Energi Baru.
BAB VI
ENERGI TERBARUKAN
Bagian Kesatu
Sumber Energi Terbarukan
Pasal 30
(1) Sumber Energi Terbarukan terdiri atas:
a. panas bumi;
b. angin;
c. biomassa;
d. sinar matahari;
e. aliran dan terjunan air;
f. sampah;
g. limbah produk pertanian dan perkebunan;
h. limbah atau kotoran hewan ternak;
i. gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut; dan
j. Sumber Energi Terbarukan lainnya.
(2) Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pelet kayu.
(3) Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j berupa Sumber Energi yang menurut perkembangan teknologi dapat dikategorikan sebagai Energi Terbarukan.
Pasal 31
(1) Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai panas bumi.
(2) Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai kehutanan dan perindustrian.
(3) Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pengelolaan sampah.
(4) Ketentuan mengenai jenis Sumber Energi Terbarukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf j diatur dalam Peraturan Pemerintah.