Jakarta, Ruangenergi.com – Salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), mengungkapkan ExxonMobil sudah ada di Indonesia sejak 1898, dari mulai berdirinya marketing office, dan mengelola salah satu Lapangan Gas di Aceh, dan sekarang menjadi operator dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu.
Hal tersebut dikatakan oleh, VP Finance dan Support Services ExxonMobil Cepu, Florentina Hatmi, dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Ruang Energi bertajuk Peran Perbankan Nasional Di Industri Hulu Migas, (19/08).
Dia mengatakan, produksi minyak Lapangan Banyu Urip dimulai pada 2008 melalui Fasilitas Produksi Awal (Early Processing Facility/EPF) yang mulai berproduksi dengan kapasitas 20.000 barel minyak per hari pada 2009. Sejak produksi awal hingga hari ini EMCL terus memberikan prestasi buang membanggakan dan saat ini Lapangan Banyu Urip menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia.
“Berdasarkan evaluasi teknis kami, perkiraan cadangan minyak Banyu Urip telah meningkat dua kali lipat dari PoD (Plan of Development) sebelumnya yaitu sekarang menjadi 940 juta barel minyak dari 450 juta barel yang ditargetkan pada saat rencana pengembangan awal,” paparnya.
Ia menambahkan, total produksi komulatif dari Blok Cepu hingga Juli 2021 mencapai lebih dari 485 juta barel minyak dan jumlah ini melebihi perkiraan keseluruhan volume cadangan yang diproduksikan pada awal PoD.
Sebagaimana diketahui, industri hulu migas memiliki karakteristik industri yang padat modal, menggunakan teknologi yang tinggi dan membutuhkan investasi yang sangat besar, serta risiko bisnis migas ini sangat besar.
“Pada tahap produksi industri hulu migas membutuhkan liquiditas keuangan yang besar untuk mendukung kelangsungan operasionalnya dikarenakan volume dan nilai transaksi yang tinggi. Ini sangat diperlukan dukungan dari industri perbankan nasional untuk membantu industri migas,” imbuhnya.
Dibutuhkan dukungan jangka panjang dari phak perbankan yang stabil dan dapat diandalkan, membutuhkan kontrol dan pengawasan yang baik, respons serta solusi yang cepat dan layanan yang baik.
Selain itu, dibutuhkan juga kemampuan untuk memberikan solusi perbankan khusus. Meningkatkan proses efisiensi memanfaatkan konektivitas antara Pemerintah dan Bank, otomatisasi online.
“Kami juga berharap perbankan dapat terus menerus meningkatkan teknologinya untuk dapat membuat proses transaksi perbankan menjadi lebih efisien, seperti pembelian devisa, pengisian formulir secara online, dan mengunggah dokumen di satu web base portal cukup sekali saja, tidak setiap transaksi harus mengisi dokumen berulang yang sama,” katanya.
Di tengah Pandemi, lanjutnya yang dibutuhkan oleh para KKKS dari dunia perbankan adalah kemudahan dalam mengakses dana liquiditas dan memberikan dukungan finansial ke vendor-vendor KKKS, terutama vendor kelas menengah atau kecil seperti restrukturisasi pinjaman untuk menghindari kredit macet.
Dalam menunjang kegiatan industri hulu migas, bank dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan memperbaiki teknologi, pelayanan, dan terus berinovasi agar dapat bersaing dengan bank-bank internasional.
“Dari segi layanan mungkin seperti adanya Relationship Manager (RM) atau tim khusus untuk melayani para KKKS yang dapat memberikan tanggapan dan solusi secara cepat dan tepat. Mungkin sekarang ini satu RM saat ini bisa menangani begitu banyak clien-nya, sehingga kadang-kadang respon yang kita dapatkan tidak secepat yang kita inginkan,” tuturnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, ExxonMobil juga menyimpan dana cadangan ASR (Abandonment and Site Restoration) di bank BUMN, dan ini merupakan salah satu dukungan industri hulu migas terhadap perbankan nasional.
“Kita menyimpan dana ASR di dua bank bumn, dan bank garansi untuk pembayaran vendor dan sebagai bank penjamin melakukan transaksi dengan Rupiah melalui jasa BUMN. Selain itu, kita juga mempunyai rekening khusus devisa hasil ekspor sesuai dengan aturan yang ada mengenai Devisa Hasil Ekspor, dan lainnya,” tutup Florentina.