Jakarta, Ruangenergi.com – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan bahwa gas alam dan LNG (Liquified Natural Gas) mampu menjaga ketahanan energi nasional.
Hal tersebut dikatakan oleh Sekretaris SKK Migas, Taslim Yunus, dalam Webinar bertajuk Arah Baru Industri Migas : Ketahanan Energi dengan memaksimalkan Pemanfaatan Natural Gas dan LNG, yang dilakukan secara hybird melalui Channel YouTube Ruang Energi, (22/09).
Dia menjelaskan, jika dilihat penggunaan gas bumi pada 2020 sekitar 6,5 BSCFD dan diperkirakan akan meningkat menjadi 11,8 BSCFD di 2030 mendatang.
Selain itu, pihaknya mencatat bahwa konsumsi minyak pada 2020 sekitar 1,66 juta BOEPD dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2,27 juta BOEPD di 2030 dan akan terus meningkat hingga 2050 mencapai 3,97 juta BOEPD.
“Pemanfaatan minyak bumi akan meningkat 139% dan gas bumi sebesar 298% hingga 2050,” katanya.
Menurutnya, pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seiring berjalannya waktu akan meningkat sangat besar di 2050. Di mana dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pemerintah mencanangkan pemanfaatan EBT sekitar 23% di 2025 dan meningkatkan menjadi 31% di 2050.
Sementara, energi fosil seperti minyak bumi meski akan berkurang secara presentase, akan tetapi volume akan terus meningkat. Kemudian, gas bumi meski masuk ke dalam energi fosil akan tetapi tergolong bersih dan pemanfaatan hingga 2050 akan terus meningkat, sebagai transisi menuju energi terbarukan.
“Kita akan mengalami permintaan kenaikan terhadap minyak dan gas, walaupun secara presentase minyak akan berkurang tapi secar volume akan meningkat,” paparnya.
Ia mengemukakan, dari 68 cekungan yang ada di Indonesia dan belum termanfaatkan secara massif banyak menghasilkan gas bumi ketimbang minyak bumi. Cekungan tersebut sebagian besar berada di Indonesia bagian timur, dan tantangan kedepan adalah minimnya infrastruktur dan diperlukan pemikiran-pemikiran baru dalam melakukan eksplorasi di Indonesia bagian timur.
Transformasi Hulu Migas
Taslim mengungkapkan, SKK Migas memiliki beberapa cara dalam melakukan transformasi di sektor hulu migas. Hal tersebut dikarenakan demand masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan eksplorasi masih banyak dilakukan di Indonesia bagian barat.
Adapun transformasi yang pertama yakni Clear Vision, yang telah dicanangkan oleh SKK Migas yakni menggenjot produksi minyak sebesar 1 juta BOEPD dan 12 BSCFD gas di 2030.
“Ini merupakan usaha kita bersama bagaimana mencapai target yang telah ditetapkan ini,” imbuhnya.
Kedua, lanjut Taslim, transformasi yang dilakukan SKK Migas yakni Organization As Center of Excellence.
Ketiga yakni One Door Service Policy, mempercepat proses perizinan yang dilakukan oleh KKKS dalam rangka mempercepat pencapaian target yang telah ditetapkan bersama.
Keempat yaitu Commercialization, SKK Migas aktif dalam memasarkan gas untuk meningkatkan revenue bagi negara.
Kelima yakni Digitalization, di mana SKK Migas akan mengumpulkan seluruh data yang ada di industri hulu migas sehingga mempercepat proses dan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi.
“Selanjutnya, upaya meningkatkan produksi migas nasional dalam mencapai target 1 juta BOEPD dan 12 BSCFD gas di 2030 yakni melakukan eksisting asset hulu migas. Kemudian mempercepat resources to production terutama dari discovery yang belum dikembangkan,” katanya.
Kemudian, menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), serta melakukan eksplorasi secara massif, sebab masih terdapat 68 cekungan yang belum tereksplorasi.
Lebih jauh Taslim mengatakan, dari sekian banyak Plan Of Development (PoD) yang telah disetujui oleh pemerintah seperti Masela dan lainnya belum mendapatkan market.
“Ini merupakan satu tantangan yang cukup besar, bagaimana POD-POD yang telah disetujui tersebut bisa dikomersilkan dan di produksikan dalam waktu dekat,” paparnya.
“Dengan adanya FGD ini yang dihadiri oleh stakeholder supaya kita dapat saling bekerjasama untuk memproduksikan POD-POD yang telah disetujui tersebut,” tutupnya.
