Jalan Panjang Blok Mahakam di Tepi Sungai Mahakam Jaga Ketahanan Migas Nasional

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com — Pernah ke Blok M? Bukan yang di Jakarta Selatan, loh, tapi di Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur: Blok Mahakam.

Blok Mahakam adalah salah satu blok migas terbesar di Indonesia. Peralihan pengelolaannya dari Total E&P Indonesie dan Inpex ke Pertamina Hulu Mahakam (anak usaha Pertamina Hulu Energi/PHE) merupakan proses yang panjang dan strategis.

Perjalanan PT Pertamina (Persero) untuk dapat mengambil alih Blok Mahakam merupakan upaya panjang agar blok migas ini masuk ke dalam portofolio pengelolaan perusahaan milik negara Republik Indonesia.

Sebagai pengingat, awal perjalanan Pertamina mendapatkan Blok Mahakam bermula dari kepemilikan blok ini yang saat itu dikuasai oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.

Sejak tahun 1966, blok ini dikelola oleh konsorsium Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation di bawah skema Production Sharing Contract (PSC) bersama Badan Koordinasi Kontraktor Asing (BPKA), yang kemudian berubah menjadi Badan Pembinaan dan Pengawasan Kontraktor Asing (BPPKA), sebuah unit di bawah Pertamina.

Seiring waktu, BPPKA berganti menjadi BPMIGAS (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi). Namun, BPMIGAS kemudian dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap tidak konstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945. Meskipun demikian, pengelolaan Blok Mahakam tetap berada di tangan Total dan Inpex hingga masa kontraknya habis.

Pada tahun 2015, Pemerintah Republik Indonesia membuat keputusan penting: kontrak pengelolaan Blok Mahakam tidak diperpanjang. Melalui Kementerian ESDM, pemerintah memutuskan bahwa pengelolaan blok akan beralih kepada Pertamina setelah kontrak berakhir pada 31 Desember 2017.

Menjelang akhir kontrak, Pertamina menghadapi proses transisi yang kompleks. Blok Mahakam merupakan lapangan migas mature (tua) dengan produksi gas yang menurun.

Setelah hampir 50 tahun dikelola oleh Total E&P, sejak 1 Januari 2018 Blok Mahakam secara resmi diserahkan kepada PT Pertamina (Persero). Dalam proses alih kelola ini, pemerintah memberikan fleksibilitas kepada Pertamina untuk mengatur pembagian saham (share down) dengan mitra, setelah lebih dulu memberikan 10% Participating Interest (PI) kepada Pemerintah Daerah.

Total dan Inpex juga diberikan opsi untuk tetap berpartisipasi dengan kepemilikan PI maksimal sebesar 39%. Untuk itu, Pertamina menyiapkan anak usaha khusus yaitu PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebagai operator baru.

Mengelola Blok Mahakam memerlukan investasi besar, karena lapangan ini adalah lapangan mature yang produksinya menurun. Upaya peningkatan produksi dilakukan melalui enhanced oil and gas recovery, workover, well service, dan pengeboran baru.

Sesuai Target WP&B

Banyak hal menarik dipaparkan oleh Direktur Utama PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Sunaryanto, saat bersama 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan SKK Migas menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Selasa (1/7/2025), di Jakarta.

Dengan penuh semangat, Sunaryanto menjelaskan bahwa produksi Blok Mahakam masih sesuai target. Produksi gas (wellhead gas) mencapai 407 MMSCFD, sementara produksi minyak mencapai 21,9 MBOPD sesuai target WP&B.

“Untuk pengeboran, target WP&B sebanyak 86 sumur. Program kerja intervensi sumur atau work over well services juga on target. Insya Allah prognosis di akhir tahun akan melebihi target,” kata Sunaryanto.

Ia juga menyampaikan bahwa tren produksi tahun 2025 menunjukkan kenaikan, baik dari sisi wellhead gas maupun wellhead liquid.

“Saat ini PHM sedang melakukan maturasi subsurface untuk pengusulan OPL/OPLL baru yang belum masuk dalam profil LTP, yaitu OPLL 3E Offshore (Sisi Nubi, Peciko, SMK) dan OPL 3F (Bekapai). Realisasi produksi dan proyeksi produksi jangka panjang lebih baik dibandingkan prediksi operator sebelumnya. Persetujuan insentif membuka peluang proyek-proyek tambahan dan program eksplorasi (discovery Manpatu) yang memperpanjang umur produksi Mahakam,” demikian papar Sunaryanto di hadapan Komisi XII DPR.

Pada slide presentasi yang ditampilkan, untuk proyek OPLL2B: Sisi Nubi AOI dan Sisi Nubi East, PHM melaporkan enam wellhead platform offshore + pipeline di lapangan Sisi Nubi. Enam jacket dan pipeline serta enam topside telah terpasang. Cadangan tambahan (incremental reserves): 115,4 Bcf gas dan 98,4 ribu barel kondensat. Rencana on-stream: Desember 2025.

Sedangkan untuk OPLL2B: LLP Booster Compressor (MWPS) dan South Mahakam (MD1), PHM menyampaikan rencana produksi dari sumur-sumur dalam mode LLP Wellhead melalui fasilitas produksi eksisting. Estimasi on-stream: akhir 2026 hingga awal 2027. Cadangan tambahan: 21,1 Bcf gas dan 253 ribu barel kondensat.

Untuk proyek Manpatu, PHM menjelaskan satu wellhead platform offshore (MP1) + pipeline di cluster South Mahakam. Surat penunjukan pemenang kontrak EPSCC disampaikan pada 24 Januari 2025. Estimasi on-stream: tahun 2027, dengan tambahan cadangan 121,8 Bcf gas dan 2,5 juta barel kondensat.

Di sisi lain, Sunaryanto juga menyinggung kondisi fasilitas produksi yang sudah menua. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga keandalan operasi di Blok Mahakam.

“Kita benar-benar berjuang di tengah harga yang meningkat. Maka, efisiensi biaya kita lakukan dengan baik, baik dari sisi ABO maupun ABI. Jika ABI tidak efisien, maka banyak proyek yang tidak bisa dijalankan. Apalagi dengan fasilitas produksi yang menua dan butuh perawatan ekstra dibandingkan fasilitas baru,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan sejumlah tantangan lain di Blok Mahakam, seperti cadangan yang menipis, kendala pembebasan lahan di wilayah perbatasan, serta kompleksitas operasi di lapangan yang membutuhkan koordinasi ketat.

“Alhamdulillah, kami sudah mendapatkan insentif dari pemerintah. Namun, jika masih ada ruang untuk insentif tambahan, kami akan memohonkan kembali. Sehingga apa yang telah dicapai bisa ditingkatkan lebih jauh,” pungkas Sunaryanto, yang dalam RDP tersebut duduk berdampingan dengan Kepala SKK Migas Djoko Siswanto.