Jangan Sampai Maluku Hanya Jadi Penonton, Engelina Pattiasina: Kilang Blok Masela Harus di Darat

Jakarta, Ruangenergi.com – Keputusan Presiden Joko Widodo mengumumkan pengelolaan kilang Blok Masela di darat pada tahun 2016 lalu cukup melegakan rakyat Maluku yang memang menghendaki gas Masela dikelola dengan kilang darat.

Menurut Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Engelina Pattiasina,
sebenarnya upaya memindahkan kilang darat hanya merupakan satu langkah awal, karena dengan demikian akan memungkinkan pengelolaan gas dilakukan di Maluku.

“Jadi ada harapan dengan kilang darat akan memunculkan aneka industri turunan, termasuk petrokimia di Maluku,” kata Engelina Pattiasina kepada Ruangenergi.com di Jakarta, Minggu (18/9/2022).

Pasalnya kata dia, jika dengan kilang terapung, maka gas diambil dari laut kemudian langsung diangkut ke kapal dan dikirim ke berbagai tempat.

“Kalau ini yang terjadi, maka di satu sisi  menguntungkan investor, tetapi sebaliknya akan sangat merugikan Maluku sebagai pemilik sumber daya alam. Dengan pengelolaan kilang terapung hampir pasti Maluku hanya akan menjadi penonton atau bahkan untuk menjadi penonton juga tidak bisa, karena letak Blok Masela yang berada di perbatasan negara,” papar Alumni Politik Ekonomi, Universitas Bremen Jerman ini.

Engelina juga mengungkapkan, ketika masih menjabat Menko Kemaritiman, Rizal Ramli pernah mengungkapkan, bahwa akan ada sekitar 200 industri turunan dari gas, mulai dari plastik, bahan tekstil, aksesoris mobil, petrokimia dan sebagainya.

“Untuk itu, sangat wajar kalau gas yang ada di Maluku dikelola di Maluku, kemudian produk akhir dari gas itu yang dikirim ke luar Maluku, termasuk ke negara lain,” ujarnya.

Pasalnya, sangat ironis kalau kekayaan gas Masela sebagian besar dikirim atau diekspor ke luar negeri, kemudian mengimpor kembali hasil akhir produk gas.

“Kalau gas diekspor, sesungguhnya Indonesia lebih memikirkan industri di luar negeri daripada berusaha mengembangkan industri dalam negeri. Pertanyaannya, sampai kapan kekayaan alam dieksploitasi sedemikian rupa, tetapi tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Ini bukan saja tidak sejalan dengan semangat pasal 33 UUD 1945, tetapi menunjukkan kita tidak pernah belajar dari sejarah,” paparnya.

Jangan Seperti Pangkalan Brandan 

Mantan anggota DPR/MPR ini berharap  pengalaman seperti di Pangkalan Brandan tidak boleh terulang dalam pengelolaan Blok Masela. Apalagi ada shell yang tumbuh dari Pangkalan Brandan, yang sekarang merupakan pemegang saham 35 persen di Blok Masela (walaupun pada akhirnya perusahaan asal Belanda itu mengundurkan diri dari Blok Masela.

Seperti diketahui, The Royal Dutch Shell merupakan salah satu grup raksasa dunia, bahkan sampai saat ini. Raksasa dunia itu lahir dari sumber minyak bumi di Langkat, Sumatera Timur. Tapi, bagaimana nasib rakyat Langkat, Pangkalan Brandan, Sumatera saat ini? Minyaknya dikeruk dan sekarang ditinggalkan begitu saja.

“Begitu juga, sejarah Pertamina yang tidak lepas dari puing-puing kilang Pangkalan Brandan, yang rusak ketika kedatangan Jepang dan Sekutu. Ketika kecil, saya menyaksikan sendiri, bagaimana dari puing kilang itu, Indonesia berhasil mengekspor minyak perdana melalui Permina yang merupakan cikal bakal Pertamina,” kata putri salah satu pendiri Pertamina, JM. Pattiasina ini.

“Keberhasilan Permina ini membawa pengaruh ekonomi, bukan saja untuk Langkat dan sekitarnya, tetapi menjadi andalan pemasukan untuk Indonesia. Kini, Pangkalan Brandan dibiarkan terbengkalai, semoga tidak terjadi amnesia sejarah dan jasa besar Pangkalan Brandan,” tukasnya.

Jadi kata dia, dari awal pemerintah dan pengelola harus diingatkan untuk mengembangkan industri Maluku sesuai dengan kekayaan gas. Menurutnya, semua pihak wajib membicarakan dan peduli bahwa dari sekitar 200 industri turunan itu, ada berapa yang dibuat di Maluku?

“Ini penting karena berkaitan dengan masa depan orang Maluku, apakah menjadi penonton, korban ataukah bisa menikmati kekayaannya untuk kesejahteraan orang Maluku,” katanya.

Lebih jauh Engelina mengatakan, Blok Masela bisa menjadi momentum emas untuk mengangkat kesejahteraan Maluku yang selama ini terpuruk dalam kemiskinan. Ia mengatakan, jangan sampai Maluku seperti masa lampau di mana kejayaan rempah hanya melahirkan kolonialisme, atau bahkan kekayaan ikan dan sumber daya laut yang hanya dikeruk dan Maluku tidak memperoleh bagian yang adil.

“Jangan sampai gas Masela seperti itu lagi? Mungkin saja, butuh teknologi untuk mengeluarkan gas dari perut bumi, tetapi Indonesia memiliki kemampuan dan sangat mampu untuk mengembangkan industri dari bahan gas,” tukasnya.

PI 10 Persen
Terkait Participating interest (PI) 10 persen, menurut dia hal itu sangat penting karena bisa menjadi modal. Namun akan jauh lebih penting lagi jika memikirkan industri seperti apa yang mau dikembangkan, serta menyiapkan masyarakat dan sumber daya manusia.

“Kalaupun PI 10 persen itu dikelola BUMD, sebaiknya memikirkan agar BUMD itu benar-benar diisi kalangan profesional yang memahami industri Migas, sehingga benar-benar mampu memainkan peran penting yang bermanfaat bagi rakyat banyak. Jika tidak, kami khawatir, PI 10 persen itu tidak akan menemui sasaran yang benar-benar memiliki daya dorong untuk memangkas kemiskinan di Maluku,” paparnya lagi.

Engelina juga mendorong pengelola Blok Migas, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memastikan komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengelola gas Masela dengan kilang darat. Artinya, semua hasil bumi dari gas Masela harus diolah di darat sebelum dikirim ke berbagai tempat.

“Sebab, akan sangat menciderai komitmen ketika ada yang dikelola di darat dan ada yang langsung diangkut dengan kapal dari laut. Selain itu, pengelola dan pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memberikan gambaran seperti apa pemanfaatan gas Masela,” ujarnya.

“Sangat tidak lucu juga kalau semua gas dikirim ke luar Maluku, tanpa memikirkan untuk membangun industri di Maluku sesuai bahan baku gas yang ada. Padahal dengan adanya industri, tentu akan ada harapan, Maluku mengirim produk akhir dari Maluku. Jika tidak, maka orang Maluku akan mengimpor kembali produk yang sesungguhnya berasal dari gas,” pungkasnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *