Rumbai, Ruangenergi.com – Alih kelola blok migas Rokan yang berlokasi di Riau tinggal menghitung hari. Tepatnya pada 8 Agustus 2021, secara resmi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) akan mengelola blok yang sudah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Akan tetapi, jelang alih kelola tersebut masih menyisakan masalah dalam prosesnya. Masalah tersebut terkait dengan hak pekerja, dimana CPI disebut telah melakukan pelanggaran pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) terhadap empat karyawannya.
Pelanggaran dianggap sangat serius karena menyangkut hak pekerja, sehingga tiga Serikat Pekerja yang berada di CPI melayangkan surat kepada Direksi perusahaan tertanggal 26 Juli 2021.
Ketiga Serikat Pekerja yang terdiri dari Serikat Pekerja Nasional Chevron (SPNC), Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) dan Serikat Pekerja Chevron Indonesia (SPCI) mempermasalahkan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak berdasar kepada empat karyawan CPI yaitu Yuli Triono, Anatas Binsar, Rofian dan Nofrina.
Menurut Serikat Pekerja, hingga saat ini belum ada penetapan tertulis dari Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan keempat karyawan bersalah dan layak untuk di PHK sesuai dengan bunyi PKB pada pasal 125 ayat (1). Merujuk pasal tersebut, maka status keempat karyawan tersebut sampai dengan saat ini seharusnya masih merupakan pekerja CPI.
Untuk itu, ketiga Serikat Pekerja memperingatkan pihak CPI agar patuh dan melaksanakan ketentuan PKB Pasal 141 terkait PHK Pekerja CPI setelah berakhirnya kontrak Blok Rokan. Artinya, ketika terjadi alih kelola nanti, keempat karyawan dapat menerima manfaat sebagaimana mestinya.
“Bahwa kita mempunyai Kesepakatan yang sudah kita sepakati dan daftarkan ke pihak yang berwenang di dalam PKB, terkait dengan PHK pekerja CPI dengan berakhirnya Kontrak Blok Rokan yang diatur dalam Pasal 141 PKB. Blok Rokan yang dikelola CPI, akan berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021 dimana Pasal 141 PKB tersebut menjadi Landasan Hukum CPI untuk melakukan kesepakatan PHK kepada seluruh Pekerja CPI yang saat ini bekerja di Blok Rokan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Persetujuan Bersama (PB) untuk PHK kepada Pekerja CPI lainnya sudah disepakati dan tinggal menunggu pelaksanaan serta pembayaran manfaat PHK nya saja,” bunyi surat pada poin tujuh (7)
Selain itu, dalam surat tersebut Serikat Pekerja juga menyoroti adanya pelanggaran PKB lain menyusul tidak dipenuhinya hak-hak mereka sebagai pekerja seperti yang tertuang dalam PKB Pasal 3 ayat (2), Pasal 111 ayat (5) dan Pasal 113 huruf (a) terkait penerimaan hak dan fasilitas.
PHK secara sepihak oleh CPI diakui Yuli Triono banyak memangkas hak-haknya sebagai karyawan. Mulai dari gaji yang tidak dibayarkan selama berbulan-bulan, dana tabungan yang disetorkan setiap bulannya tidak bisa dicairkan, sampai diminta untuk meninggalkan rumah yang mereka tempati saat ini yang berada di komplek Chevron. Tidak hanya itu, Yuli Triono tidak diberikan akses untuk masuk ke kantor dan mengambil data dari komputernya.
“Status saya sampai saat ini masih merupakan karyawan CPI berdasarkan PKB Pasal 125 ayat 1. Namun saat ini, saya tidak lagi menerima gaji, dan bahkan saya beberapa kali dikirim surat untuk meninggalkan rumah,” jelas pria yang telah bekerja selama 21 tahun tersebut.
Sementara, Ketua Umum SPNC, Ruslan Husin menekankan permasalahan yang menimpa ke empat pekerja seharusnya dapat diselesaikan secara bipartit tanpa perlu mengusulkan PHK.
Ruslan Husin menyoroti unit kerja Human Resources Industrial Relations (HRIR) CPI yang tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pembina serta menjalin hubungan industrial yang harmonis antara perusahaan dengan pekerja.
“PKB kami buat dengan sangat jelas dan tanpa perlu penafsiran apapun. Seharusnya HRIR menjalankan proses pembinaan terlebih dahulu dengan memberikan peringatan tertulis sebagaimana ketentuan perundangan. Kami mencatat, banyak sekali pelanggaran PKB yang telah terjadi menyangkut hak pekerja,” jelas Ruslan.
Sebagaimana diketahui, Blok Rokan selama ini dikelola oleh CPI melalui kontrak bagi hasil (PSC) dan berakhir pada 8 Agustus 2021.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah memperingatkan agar proses peralihan kelola ini bisa berjalan dengan baik.
“Karena itu, berdasarkan fakta bahwa PKB CPI telah terdaftar secara hukum di Kementerian Tenaga Kerja dan mendapat persetujuan dari SKK Migas. Untuk itu SPNC berharap SKK Migas ikut bertanggungjawab dengan cara mendorong dan memerintahkan CPI patuh dengan perjanjian yang telah dibuat,” tandas Ruslan.
Tanggapan Chevron
Menurut Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo mengatakan dalam menjalankan operasinya, PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) selalu mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku, tidak terbatas dalam dalam penanganan PHK melainkan juga terhadap hal-hal terkait PHK itu sendiri.
“Hubungan kerja PT CPI dan karyawannya diatur oleh dan tunduk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati PT CPI dengan serikat pekerja selaku perwakilan karyawan.PT CPI menghormati hak setiap karyawan untuk menyampaikan pendapat, kami juga menghormati keputusan yang ditetapkan lembaga peradilan Republik Indonesia. Mahkamah Agung telah memutuskan mengabulkan permohonan PHK PT CPI terhadap dua orang pegawai, yaitu YT dan NOF. Pengajuan permohonan PHK CPI terhadap dua orang pegawai lainnya (ROF dan AB) juga telah disetujui oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pekanbaru. Atas putusan PHI Pekanbaru dimaksud, mereka mengajukan banding ke Mahkamah Agung,” tegas Sonitha ketika dihubungi ruangenergi.com,Rabu (04/08/2021) di Jakarta.
Sonitha memaparkan merupakan komitmen dan kewajiban PT CPI untuk menegakkan aturan dan disiplin Perusahaan dengan tujuan menjaga nilai-nilai dan kinerja Perusahaan serta untuk membangun hubungan ketenagakerjaan yang konstruktif.