Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com – Dalam pusaran euforia startup yang sering kali didominasi cerita tentang pendanaan bernilai fantastis, Ketua Dewan Brodo, Didit Noerdiansyah, menawarkan sebuah perspektif yang lebih membumi, namun fundamental. Berbicara di ajang Marketeers Connect 2025 di CGV Starium, Grand Indonesia, Jakarta, Didit menekankan bahwa modal sesungguhnya bukanlah uang tunai, melainkan kesiapan sebuah produk, sistem bisnis yang kokoh, dan yang paling krusial, penerimaan pasar.
Filosofi ini terbukti efektif membawa Brodo—sebuah brand sepatu lokal yang dimulai dengan modal terbatas—mampu berekspansi hingga memiliki 11 outlet resmi di berbagai kota besar Indonesia, dengan target penambahan 6 hingga 7 outlet baru tahun depan.t
Didit menyebutkan bahwa kesalahan umum yang menjerat para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pemula adalah mentalitas “terburu-buru mencari investor.” Anggapan bahwa uang adalah obat mujarab pertama untuk mengembangkan usaha, justru bisa berbalik menjadi bumerang.
“Banyak bisnis yang belum siap menerima investasi besar. Sistem belum ada, spending salah, akhirnya perusahaan bukannya tumbuh malah boncos dan tutup,” ujar Didit.
Ia menganalogikan kondisi ini dengan ’ember bocor’. Sebuah usaha yang belum memiliki sistem rapi—mulai dari pembukuan yang berantakan, manajemen stok yang tidak akurat, hingga operasional yang boros—ibarat ember yang berlubang. Berapa pun air (modal) yang dituang, akan habis sia-sia jika kebocoran tidak ditutup terlebih dahulu.
Fokus utama, menurut Didit, adalah menutup ‘kebocoran’ sistem ini. Modal uang, dalam pandangan Brodo, seharusnya digunakan untuk membangun sistem tersebut, bukan untuk menambal ketidakefisienan operasional.
Lantas, jika bukan uang, dari mana harus memulai? Didit menjelaskan bahwa langkah pertama paling vital adalah memastikan kualitas dan validasi produk.
Pasar pertama tidak perlu melibatkan ratusan ribu konsumen. Lingkar terdekat seperti keluarga, teman, atau lingkungan terdekat adalah arena terbaik untuk mendapatkan umpan balik. Pelaku UMKM harus berani “memaksa” orang-orang terdekat untuk mencoba produk dan memberikan kritik yang paling jujur.
“Yang penting produknya harus oke dulu. Kita paksa adik kelas atau teman nyobain dulu supaya dapat feedback yang jujur,” katanya, menekankan bahwa kejujuran di awal adalah kunci untuk perbaikan kualitas berkelanjutan.
Memilih Investor: Layaknya Memilih Pasangan
Dalam urusan pendanaan, Didit memberikan panduan tegas: tidak semua uang baik untuk bisnis. Investor, menurutnya, harus dipilih secara cermat, layaknya memilih pasangan hidup.
Bagi Brodo, pemilihan investor difokuskan pada nilai tambah yang bisa diberikan, seperti akses atau jaringan, tanpa mengorbankan karakter utama dan identitas merek.
“Kontrol dan identitas itu harga mati,” tambah Didit. Pendanaan harus sejalan dengan visi merek agar identitas unik yang sudah dibangun sejak awal tidak tergerus oleh kepentingan investor.
Di akhir sesi yang interaktif, Chairman Brodo itu merangkum tiga prinsip utama yang menjadi DNA pertumbuhan bisnis Brodo: Jaga Arus Kas (Cash Flow): Pastikan dana keluar dan masuk selalu sehat. Gunakan Modal untuk Membangun Sistem: Jangan pakai uang untuk menambal lubang, tapi untuk menciptakan struktur bisnis yang efisien. Hanya Ambil Pendanaan yang Sejalan dengan Visi Brand: Jaga integritas dan identitas merek di atas segalanya.
“Modal besar tidak menjamin cuan besar. Yang menjamin adalah struktur yang benar, eksekusi yang disiplin, dan cash flow yang sehat,” tutup Didit, memberikan semangat sekaligus realitas bagi anak muda yang bermimpi memiliki bisnis berkelanjutan.












