Adaro Energy

Kebijakan Pemerintah China, APBI Sebut Minat Investasi Batubara Dalam Negeri Menurun

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.comAsosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai kebijakan Pemerintah China yang mengintervensi penurunan harga komoditas batubara di negaranya, berdampak langsung pada produsen batubara dalam negeri untuk berinvestasi di sektor pertambangan batubara.

Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia, menilai langkah Pemerintah China akan berdampak pada menurunnya minat pengusaha untuk berinvestasi di sektor batubara, terlebih jika ada penetapan harga khusus oleh Pemerintah.

Sebagaimana diketahui, Komisi Nasional dan Reformasi Nasional China melakukan intervensi terhadap perusahaan tambang yang ada negaranya untuk menekan laju harga batubara.

Pemerintah China meminta para perusahaan batubara di negeri Tirai Bambu tersebut untuk meningkatkan produksinya, guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Nampaknya, kebijakan tersebut berdampak langsung pada menurunnya harga komoditas itu di pasar dunia.

Hal tersebut dapat dilihat untuk batubara termal di bursa ICE Newcastle, harga batubara mengalami penurunan sebesar 17,80 poin menjadi US$ 150,90 per metrik ton pada Jumat (29/10) untuk kontrak Desember 2021. Selanjutnya, harga batubara juga anjlok hingga 17,45 poin menjadi US$ 154,90 per metrik ton untuk kontrak November 2021.

Penurunan harga batubara tersebut cukup signifikan jika dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya, yakni US$ 172,35 per metrik ton.

Meski demikian, APBI mengungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan tambang telah menyadari sejak awal adanya kenaikan harga komoditas yang hanya bersifat sementara. Kenaikan tersebut diyakini memang tidak akan bertahan lama.

Untuk itu, APBI menyarankan agar perusahaan tambang perlu berhati-hati dalam merencanakan investasi ke depan.

Selain itu juga, APBI meminta badan usaha untuk terus memantau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait komoditas tersebut. Pengusaha juga memperhitungkan adanya perubahan kebijakan pemerintah yang terkesan sangat reaktif, sehingga bisa mempengaruhi appetite untuk berinvestasi.

Menurutnya, harga khusus batubara untuk industri semen sama saja subsidi tidak tepat sasaran, setelah harga khusus untuk pembangkit listrik. APBI memprediksi tidak lama lagi pemerintah akan segera mematok harga khusus batubara untuk industri semen.

Meski begitu, ia menambahkan, rencana tersebut kembali tidak berjalan mulus lantaran adanya penolakan dari para pelaku usaha tambang batubara.

Hendra menjelaskan, secara prinsip sebagai mitra pemerintah yang asosiasinya beranggotakan perusahaan yang juga adalah kontraktor pemerintah senantiasa mematuhi kebijakan atau peraturan yang diundangkan. Akan tetapi, kata Hendra, usulan harga jual khusus batubara di minta agar dikaji ulang dengan mempertimbangkan potensi berkurangnya ke penerimaan negara.

Menurutnya, berkah dari harga komoditas yang terjadi hanyalah sementara, tentunya hal ini tidak bisa dimaksimalkan untuk penerimaan negara. Tak hanya itu, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) pada dasarnya merupakan subsidi untuk energi, sehingga perlu dipertimbangkan lagi apakah sudah tepat jika subsidi yang sama diberikan kepada industri semen, sebab sifat harga semen juga dipengaruhi oleh adanya supply and demand.

Dia mengatakan, dalam praktiknya, industri semen dapat menggunakan batubara dengan rentang kualitas yang sangat lebar bahkan untuk batubara yang di “reject” oleh pembangkit listrik sekalipun. Misalnya saja batubara dengan kadar ash tinggi, ash fusion rendah, sulfur tinggi, cv rendah atau tinggi sekalipun.

“Ada industri semen yang menggunakan petcoke yang juga digunakan sebagai incinerator. Pengalaman dari para anggota kami selama ini melihat industri semen dikenal dengan karakter pembeli (buyer) yang mencari harga murah karena kemampuan menggunakan bahan bakar dengan range lebar tersebut. Sehingga sudah otomatis harga jual ke industri semen lebih murah. Hingga saat ini belum ada keputusan,” katanya.

Meski begitu, APBI mengaku terus berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah.

“Kami masih terus melakukan diskusi dengan pemerintah untuk mencari penyelesaian yang terbaik,” imbuhnya.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sujatmiko, mengatakan bahwa Pemerintah telah berkoordinasi dengan asosiasi semen serta pertambangan terkait pasokan batubara serta harga yang tepat bagi industri.

“Kami sudah intensif pertemuan baik dengan asosasi semen indonesia dan asosiasi pertambangan batu bara sebagai pemasok ke semen,” ujar Sujatmiko belum lama ini.

Ia menambahkan, Pemerintah dan asosiasi sepakat untuk mencari formula yang tepat untuk memastikan pasokan batu bara bagi industri utamanya industri semen.

“Intinya pemerintah dan asosiasi sepakat untuk mencari formula pasokan batu bara untuk semen. Pertama bisa berikan fasilitasi semen terus operasi dengan kondisi wajar. Selain pasokan, harga juga menjadi salah satu pembahasan antara pemerintah dan pelaku usaha,” papar Sujatmiko.

Menurut dia, pemerintah akan mencari cara agar ada kesepakatan harga yang tepat dan diterima semua pihak baik itu pelaku usaha tambang batu bara maupun industri sebagai konsumen batubara. Akan tetapi, Sujatmiko belum dapat memastikan kapan formulasi terbaru ini akan berlaku.

“Dari penambangnya pemasok dapatkan harga jual dan kualitas dapat dipenuhi penambang batubara,” tutupnya.