Jakarta, ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga menilai isu energi tidak menyeluruh dibahas oleh tiga calon wakil presiden dalam debat keempat kandidat Pemilihan Presiden 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/01/2024) malam. Di tengah keterbatasan waktu, kesempatan yang ada tak dimanfaatkan optimal untuk menyentuh substansi masalah. Bahkan, isu-isu energi yang populis juga terlewatkan.
”Penghubungan pengelolaan sumber daya alam, pangan, energi, masyarakat adat, dan desa sebenarnya bisa membuat debat lebih menarik. Namun, semalam, dari pertanyaan satu ke pertanyaan lain seperti terputus. Tak dibahas apa masalahnya, tantangannya, dan mau diselesaikan dengan progam apa saja. Tak menyentuh solusi, tetapi permukaan-permukaan saja. Mengecewakan,” ujar Daymas.
Bahkan, lanjut Daymas, kebijakan-kebijakan populis juga tak dimanfaatkan untuk meraup suara.
”Misalnya, bagaimana kebijakan subsidi, tarif listrik, dan elpiji 3 kg. Juga bagaimana transisi energi di tengah kondisi kelebihan pasokan PLN saat ini. Hal-hal seperti itu, serta yang dekat dan lebih banyak relevansinya dengan masyarakat, yang semestinya dibahas,” katanya.
Dalam debat itu, energi menjadi salah satu tema di samping pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Lantaran harus berbagi dengan isu-isu lain, perihal energi hanya beberapa kali disebut, tetapi problem nyata di masyarakat tak terulas. Begitu juga solusi konkret apa yang hendak ditawarkan oleh para cawapres.
Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, beberapa kali menyinggung energi terbarukan yang perlu digenjot, bukan targetnya diturunkan. Menurut dia, pemerintah tak serius dalam upaya memacu transisi energi.
Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN), sejatinya target energi terbarukan dalam bauran energi primer ialah 23 persen pada 2025 (saat ini baru 13,1 persen). Namun, Dewan Energi Nasional tengah menyiapkan pembaruan KEN, yang salah satu isinya berupa penurunan target energi terbarukan menjadi 17-19 persen pada 2025. Itu atas dasar tak tercapainya asumsi pertumbuhan ekonomi 7-8 persen dalam KEN.
Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyinggung bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel dalam transisi energi, termasuk mandatory biodiesel (campuran minyak sawit mentah/CPO dengan solar), yang sudah sampai 35 persen (B35). Selain menekan impor, Gibran menyebut hal itu akan terus meningkatkan produksi sawit serta menjaga kelestarian lingkungan.
Gibran juga menyebut proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, hasil kerja sama dengan Masdar dari Uni Emirat Arab. Proyek itu disebutnya memanfaatkan insentif berupa tax holiday dan tax allowance di tengah kebutuhan investasi energi terbarukan yang mahal. Ia juga mengatakan bauran (energi terbarukan) listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) perlu ditingkatkan.
Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, menuturkan, waktu lima tahun tidak cukup karena target emisi nol bersih (NZE) ialah pada 2060 sehingga masih panjang. Ia justru menyoroti pengelolaan berkelanjutan yang saat ini belum dilakukan. Mahfud juga menekankan keterbukaan atau transparansi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan energi.