Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto: Pengembangan Kapasitas Nasional Industri Hulu Migas Berdampak Pada Penerimaan Negara

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com– Pengembangan Kapasitas Nasional industri hulu migas terus mengupayakan efisiensi yang akan berdampak terhadap penerimaan negara.

Hingga Semester I tahun 2022, Industri Hulu Migas berkontribusi terhadap Penerimaan Negara sebesar US$ 9,7 miliar atau sekitar Rp 140 triliun. Angka itu mencapai 97,3% dari target tahunan penerimaan negara pada APBN 2022 yang ditetapkan sebesar USD9,95 miliar.

Peran Strategis Hulu migas tidak hanya dalam pemenuhan energi dan penerimaan negara, tetapi juga
sebagai modal pembangunan nasional. Salah satu implementasinya adalah kontribusi hulu migas dalam
mendukung kapasitas industri nasional.

Sampai dengan Semester I 2022, Komitmen TKDN hulu migas sudah mencapai 63.02% dengan nilai kontrak
barang dan jasa sebesar US$ 1.8 Miliar atau sekitar Rp26.3 Triliun. Capaian TKDN Sektor Hulu Migas ini
diatas Target Komitmen TKDN yang sebesar 57% dan jauh melampaui target TKDN yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu sebesar 50%. Dan menjadi salah satu sektor yang terbesar Tingkat Komponen Dalam
Negerinya.

“Besarnya kontribusi dari sektor Hulu Migas ini tentunya akan semakin bertambah dengan maraknya
kegiatan untuk mencapai target Produksi 1 juta BOPD dan 12 BSCFD. Ketika Pemerintah dan SKK Migas berupaya untuk mendorong perusahaan hulu migas berinvestasi, maka dampaknya tentu adalah kebutuhan barang dan jasa yang akan meningkat,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam sambutannya dihadapan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Wakil Presiden Republik Indonesia Maruf Amin dalam acara Forum Kapasitas Nasional II Tahun 2022, Rabu (27/07/2022) di Jakarta.

Untuk mencapai Visi tersebut,urai Dwi, diperkirakan Industri Hulu Migas akan membutuhkan investasi hingga total US$187 Miliar.

Besarnya multiplier effect dari terlaksananya visi ini tidak hanya dari proyeksi pendapatan negara, namun juga dari investasi dan uang yang beredar, yang tentunya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar dalam upaya pertumbuhan ekonomi nasional.

Utamanya dari Produk penunjang yang banyak digunakan di Hulu Migas, seperti:
 Pelumas yang memiliki TKDN tinggi, yaitu sekitar 30 –95%.
 Pipa Baja: yang saat ini memiliki TKDN 45 – 60%,
 Kimia Pemboran: dengan TKDN 10 – 55%
 OCTG (Oil Country Tubular Goods): yang saat ini memiliki TKDN 15 – 37%,

Serta peningkatan TKDN, untuk beberapa Komoditi, yaitu:

Machinery Equipment & Pumping: yang memiliki TKDN 15 – 25%.
 Wellhead: 10 – 30%,
 ESP & Pumping Unit: 10 – 42%

“Untuk mewujudkan hal tersebut, maka PR besar kita bersama adalah bagaimana agar Industri penunjangmigas dalam negeri diharapkan mampu menjadi lebih kompetitif dan mampu bersaing tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di lingkup internasional,” pungkas Dwi.