Kisah Sedih Dialami Anggota APMI, Dikecewakan KKKS Migas

Jakarta,ruangenergi.comAsosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) sedih akibat terlalu banyaknya rig yang menganggur tidak dipakai untuk mengebor lapangan minyak dan gas bumi.

Memang diakui jumlah yang menganggur tidak sebanyak saat Covid-19 melanda, kini sudah berkurang jumlah rig yang tidak bekerja. Namun masih cukup banyak yang menganggur.

“Masih banyak yang nganggur, memang berkurang jumlahnya, tapi msh cukup banyak yang nganggur,” kata Ketua APMI Suprijonggo Santoso dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com,Senin (24/10/2022) di Jakarta.

Ketika ditanyakan apa sebabnya, alih-alih Prijonggo,sapaan akrab Suprijonggo Santoso, menuturkan kisah sedih.

” Jenis rig apa yang nganggur ya?  Nggak tau… Client butuh, ditawarin tapi tidak ada respon.. Ajaib kan..Sampe ada tiga rig yang dijual gara-gara menunggu jawaban. Padahal (perusahaan/kkks yang minat sewa) sudah di inspeksi rig nya,” papar Priyonggo dengan wajah sedih menahan kekesalan.

Ketika ditanyakan ke dirinya, perusahaan/kkks mana yang sudah melakukan inspeksi rig namun batal mengambil/sewa rig, dia bercerita:

” Rig 750 HP, ada di Cilegon, tinggal di rumah test dan perbaiki sedikit, setelah dilihat.. Tidak ada berita apapun.. Akhirnya di jual setelah tunggu beberapa bulan.Yang inspeksi PHR (Pertamina Hulu Rokan). Saya nggak bisa sebut yang punya rig, tapi kebetulan rig tersebut diserahkan operasi nya ke Pilar Anggaraksa karena mereka tidak punya SDM nya,”ucap Priyonggo bercerita miris.

Ketika ditanyakan kepadanya,apa harapan APMI ke depan kepada SKK Migas maupun Ditjen Migas terhadap masalah-masalah di atas tadi, apakah ada permintaan atau harapan, Priyonggo bertutur:

” Saya sudah agak pesimis kalau harapannya akan dapat didengar dan dicarikan jalan keluar karena terlalu seringnya berjanji tapi tidak ditindak lanjuti pak.Tetap menyuarakan keluh kesah anggota sih… Iya, ingin membantu mencapai target 1 juta barrel, tetapi tidak tau siapa sih yang mau dengar ajar permasalahan yang kita hadapi..” cetus Priyonggo dengan raut wajah, kembali lagi,sedih.

Priyonggo bahkan dengan nada kecewa, dirinya sudah lebih dari 10 kali ikutan dalam focus discussion group (FGD) dalam kurun waktu 10 tahunan, tapi yang diperbaiki cuma yang tidak berarti.

“Kalau sudah ada FGD sudah dianggap selesai.Itulah, saya sdh ikut FGD lebih dari 10 kali dalam kurun waktu 10 tahun. Tapi yang diperbaiki cuma yang tidak berarti,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *