Jakarta, Ruangenergi.com – Anggota Komisi VII DPR-RI, Moreno Soeprapto, mengapresiasi program eksplorasi panas bumi yang dilakukan Kementerian ESDM. Disebutkannya, program ini adalah suatu terobosan yang menarik untuk investasi dan bisnis.
“Pak menteri ini bagus sekali. Ini suatu terobosan yang bagus yang juga sangat menarik, apalagi diklaim untuk investasi dan bisnis. Karena dengan terobosan baru ini, yang lalu-lalu itu mungkin dari pengembang nggak masuk secara hitungan FS (feasibility study),” katanya disela-sela Rapat Koordinasi Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM, (02/06).
Selain itu, ia juga meminta perlu adanya sinergi antara pemerintah dengan PLN agar program ini berjalan dengan baik.
“Jadi Pak Menteri, ini sudah bagus, PLN harus mendukung. Jika tidak, jalan sendiri-sendiri percuma,” bebernya.
Dalam paparannya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan kemajuan pelaksanaan infrastruktur tahun anggaran 2021, salah satunya program eksplorasi panas bumi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM (government drilling).
Hal tersebut dikatakan olehnya saat melakukan Rapat Kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
“Untuk infrastruktur panas bumi, dua titik pengeboran sudah dalam progress. Program ini dilakukan untuk pengeboran slim hole, untuk mendeteksi sumber-sumber panas yang ada di dalam bumi,” jelas Arifin, (2/6).
Menurutnya, kegiatan eksplorasi panas bumi merupakan kegiatan berisiko tinggi. Sebagian besar kerugian proyek panas bumi disebabkan gagalnya eksplorasi. Hal tersebut menyebabkan harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) cukup mahal.
“Mahalnya biaya eksplorasi ini semua dimasukkan dalam komponen cost. Sehingga yang terjadi adalah, biaya listrik per kWh dari panas bumi itu jauh di atas rata-rata harga listrik. Ini tentu saja sangat memberatkan APBN,” paparnya.
Maka dari itu, Kementerian ESDM berinisiatif untuk “mengambil” risiko eksplorasi panas bumi, sehingga biaya eksplorasi hanya dikeluarkan satu kali, tidak terbawa hingga 30 tahun, seperti eksplorasi yang telah dilakukan selama ini.
“Nah sekarang ini kita memiliki satu inisiatif di mana risiko eksplorasi ini bisa diambil oleh pemerintah. Sehingga cost-nya itu bisa dikeluarkan one shot, sehingga tidak ter-carry sampai 30 tahun. Selama ini kan ter-carry sampai 30 tahun, dan ini menyebabkan biaya subsidi kompensasi makin tinggi,” imbuhnya.
Arifin pun menegaskan, dengan program ini investor akan memiliki data yang lebih akurat terkait panas bumi di suatu daerah. Hal ini dapat mengurangi risiko kegagalan eksplorasi.
“Dengan dilakukannya preliminary slim hole drilling, itu diketahui betul. Dengan biaya yang tidak terlalu besar, karena melakukan pengeborannya dengan alat bor yang kecil-kecil itu, diketahui sumber panas yang ada di dalam perut bumi itu. Sehingga kemudian nanti investor yang masuk itu lebih mengetahui data kepastiannya untuk mengurangi risiko kegagalan,” bebernya.