Jakarta, Ruangenergi.com – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan holding pertambangan yakni Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Adapun beberapa yang menjadi agenda pembahasannya yakni, Pertama, Tata kelola niaga timah. Kedua, pembahasan terkait rencana pemisahan Inalum operating dari MIND ID serta rencana IPO (Initial Public Offering). Ketiga, Tumpang tindih wilayah pertambangan. Keempat, Peran Competent Person terkait validasi neraca cadangan minerba.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mengungkapkan Anggota Komisi VII yang hadir yakni berjumlah 31 Anggota dari 50 Anggota, terdiri dari 9 Fraksi. Kuorum sebagaimana ditentukan dalam Peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Pasal 281 ayat (1) telah terpenuhi dan sesuai dengan Pasal 276 ayat (1) menyatakan bahwa setiap Rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup.
Oleh karena itu, pimpinan meminta persetujuan Anggota Komisi VII agar rapat ini dilaksanakan sesuai ketentuan Protokol Kesehatan dan bersifat terbuka.
Secara serentak para Anggota Komisi VII yang hadir secara fisik menjawab setuju.
Dengan demikian, atas persetujuan Anggota Komisi VII DPR Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama MIND ID dinyatakan secara terbuka untuk umum.
Sugeng mengatakan, tata kelola timah saat ini dianggap belum sebaik tata kelola nikel yang terus didorong pemanfaatannya oleh pemerintah melalui pengembangan industri baterai kendaraan listrik.
“Walaupun secara regulasi tata kelola niaga minerba telah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba, namun implementasi di lapangan masih sangat lemah, hal ini ditandai masih maraknya pertambangan tanpa izin termasuk yang berada di wilayah IUP PT Timah,” ujar Sugeng.
Menurutnya, pemilik smelter mendapat bahan baku yang berasal dari hasil penambangan tanpa izin. Selain itu, jelasnya, industri dan hilirisasi timah juga belum berkembang di Indonesia, sehingga bahan baku pembuatan tin chemical dan tin black sebagian besar masih harus impor.
Dalam paparannya, terkait tata kelola timah, Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi, menjelaskan prinsip pertambangan yang dilakukan olehnya yakni sesuai dengan Good Mining Practice yang telah diatur dalam Permen ESDM dan Kepmen ESDM.
Dimulai dari setiap kegiatan pertambangan selalu dimulai dengan kegiatan eksplorasi, tujuannya yakni untuk menemukan sumber daya dan cadangan baru.
“Eksplorasi juga membantu kami untuk melakukan penambangan yang lebih terarah, terukur, sehingga keekonomian dari pertambangan tersebut kita dapatkan dengan baik,” kata Riza.
Selanjutnya, setelah melakukan proses eksplorasi, pihaknya melakukan penyusunan rencana pertambangan yang diikuti dengan penambangan mineral timah.
“Ada dua yang kami lakukan eksplorasi penambangan yakni di darat dan di laut. Wilayah laut Bangka, laut Karimun, laut Kepri, penambangan laut, dan Belitung saat ini penambangan darat. Saat ada potensi cadangan laut yang belum diolah, dan yang paling penting dan harus digarisbawahi itu penambangan yang benar ada eksplorasi dan reklamasi, di mana keduanya ini memeeluu biaya yang terbilang cukup dsn tidak ada pendapatan dalam kegiatan tersebut,” terang Riza.
Di mana, reklamasi bertujuan untuk mengembalikan lahan pascatambang. Ia mengungkapkan ada komentar miring terhadap PT Timah bahwa penambangan yang dilakukan perseroan menyebabkan kerusakan lahan, padahal faktanya tidak demikian.
“Dari bukaan lahan yang kami lakukan di darat dan di laut, seluruhnya akan kita lakukan reklamasi pasca tambang. Akan tetapi, terdapat beberapa bukaan lahan yang ada di wilayah kami yang dilakukan oleh masyarakat dan bijih timahnya itu tidak diberikan kepada kami, tidak mungkin kami melakukan reklamasi tersebut, sebab bukan kami yang melakukan eksplorasi itu meski masuk kedalam wilayah kami,” katanya.
Selain itu, Riza menambahkan, PT Timah saat ini mulai memasuki ke pertambangan primer areal bebatuan.
“Kami mulai menambang di batuan, sebab selama ini kami hanya menambang dilapisan aluvial. Saat ini memasuki cadangan yang lebih dalam,” imbuhnya.
PT Timah juga memiliki program kemitraan yang melibatkan masyarakat yang diatur dalam Permen ESDM nomor 16 tahun 2021 yang merevisi Permen ESDM nomor 7 tahun 2020 dan Permen ESDM nomor 11 tahun 2018 yang memberikan izin kepada rakyat untuk ikut menambang di IUP PT Timah.
“Kami ajak masyarakat untuk menambang di IUP PT Timah dengah catatan bijih timah harus diserahkan kepada PT Timah,” bebernya.
“Harapan kami untuk penambang rakyat sangat baik sekali, karena kita melibatkan masyarakat, sehingga mereka bisa menikmati hasil tambang yang ada di suatu wilayah. Akan tetapi, yang harus menjadi kewajiban adalah Hasil penambangan tersebut harus diserahkan kepada pemilik IUP,” tutupnya.
Rencana IPO Inalum Operating
Sementara, terkait dengan IPO, kata Sugeng, sebagaimana diketahui bahwa holding BUMN Pertambangan yakni MIND ID dan anak usahanya yakni PT Inalum saat ini tengah melakukan penjajakan untuk IPO.
“Rencana PT Inalum operating akan melakukan IPO pada 2022 dan MIND ID akan melakukan IPO pada 2023, melalui rapat ini Dirut MIND ID perlu memberikan penjelasan komprehensif terkait rencana-rencana tersebut,” jelas Sugeng.
Direktur Layanan Strategis MIND ID, Ogi Prastomiyono, menuturkan rencana IPO Inum Operating.
Dijelaskan olehnya, PT Inalum sesuai dengan PP nomor 47 tahun 2017 ditetapkan sebagai holding, di mana saham dari pemerintah yang ada di PT Antam, PT Bukit Asam, dan PT Timah, diimbrengkan kepada PT Inalum.
Saat itu, katanya, PT Inalum melakukan dua fungsi yakni fungsi operating dan fungsi holding. Berdasarkan proses yang terjadi pada holdingnisasi BUMN terdahulu seperti PT Pupuk dan PT Semen, akhirnya dipisahkan fungsi holding dan fungsi operating. Dengan demikian apa yang akan dilakukan oleh PT Inalum nantinya, di mana fungsi holding akan dipisahkan dengan fungsi operating.
“Kita berharap holding akan bersifat strategis dan bentuk akhir dari rencana holdingnisasi yang dilakukan pada 2017 lalu,” katanya.
Struktur strategis holding diharapkan dapat menciptakan sinergi dan efisien yang lebih optimal dalam penyusunan strategi serta pelaksanaan fungsi-fungsi aspek legal, research and development, corporate finance, business development, services dan lainnya.
Sehingga pada akhir setelah terjadi pemisahan maka MIND ID secara strategic holding masih tetap dimiliki 100% oleh pemerintah. Akan tetapi dibawah MIND ID akan ada PT Antam 65%, PT Bukit Asam 65,9%, PT Inalum 100%, dan PT Timah 65% dan PT Freeport Indonesia 51,2%. Ini adalah struktur akhir yang nantinya setelah pemisahan strategic holding menjadi MIND ID.
Ia menambahkan, MIND ID juga bisa berkembang memiliki anak perusahaan lainnya yang sekarang dalam masa proses seperti yang sekarang telah dibangun yakni MIND ID Trading, Indonesian Baterai Corporation (25%), dan PT Vale Indonesia (25%).
“Beberapa pertimbangan yang telah dilakukan dan dikordinasikan dengan Kementerian BUMN selaku pemegang saham sekaligus regulator sudah kita bicarakan dan beberapa opsi-opsi telah dilakukan. Saat ini Menteri BUMN selaku pemegang saham secara prinsip meminta segera diproses lebih lanjut. Lalu Menteri BUMN telah mengajukan surat ke Menteri Keuangan untuk izin prakarsa penyusunan PP dan PMK nya,” urainya.
Adapun beberapa aspek yang dipertimbangkan untuk pemisahan tersebut yakni clean and clear sebagai sebuah strategic holding. Selanjutnya, sustainability yakni skema pemisahan harus dapat memberikan kesinambungan terhadap kegiatan komersial dari Inalum operating. Serta penciptaan peluang pendanaan, di mana MIND ID terpisah dari operating-nya.
“Kita sedang proses persiapan rencana IPO Inalum operating, sehingga mendapatkan interest dari investor yang nantinya akan membeli saham Inalum operating tersebut. Meski demikian, pihaknya belum menentukan berapa besar saham yang akan dilepas dalam IPO nanti,” tutupnya.
Sementara, Group CEO MIND ID, Orias Petrus Moedak, menambahkan, rencana IPO tersebut sebenarnya sudah masuk dalam rencana (Corporate Action) dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
“Kami dari perusahaan yang yang menjadi target dari pelaksanaan itu tentu mempersiapkan diri. Saat ini proses pemisahan MIND ID dengan Inalum operating sudah disampaikan ke Menteri Keuangan. Menteri BUMN sudah bersurat ke Menteri Keuangan untuk melanjutkan proses untuk menerbitkan PP terkait pemisahan fungsi ini,” katanya.
“Kalau proses pemisahan ini bisa terlaksana di tahun ini atau tahun depan, diharapkan IPO bisa terlaksana di akhir tahun 2022,” tandasnya.
Tumpang Tindih Wilayah Pertambangan
Sugeng kembali melanjutkan, mengenai tumpang tindih wilayah pertambangan yang hingga saat ini masih sering ditemukan. Terlebih lagi masih sering juga ditemukan adanya tumpang tindih wilayah pertambangan dengan wilayah non pertambangan.
Berdasarkan data yang diperoleh beberapa anak perusahaan MIND ID (PT Antam, PT Timah, PT Bukit Asam, termasuk PT Freeport Indonesia) terdapat wilayahnya masih tumpang tindih dengan kegiatan usaha lainnya.
Seperti yang terjadi pada IUP milik PT Antam yang berada di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang sampai saat ini belum terselesaikan.
Begitu juga dengan wilayah IUP PT Freeport Indonesia yang tumpang tindih dengan blok migas Non Arafura yang dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Madura Oil.
Dengan adanya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang Kawasan Hutan dan Izin Usaha dan/atau Hak Atas Tanah diharapkan permasalahan tumpang tindih tersebut secepatnya dapat terselesaikan.
“Melalui RDP ini kami perlu adanya penjelasan terkait progress penyelesaian tumpang tindih wilayah pertambangan tersebut dan kendala-kendala yang dihadapinya,” imbuhnya.
Orias Petrus Moedak kembali menjelaskan, mengenai tumpang tindih wilayah pertambangan itu terjadi disemua anak perusahaan MIND ID.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul Ichdan, menjelaskan, PT Antam memiliki satu IUP seluas 16.000 ha di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang mengalami proses hukum tumpang tindih wilayah pertambangan dengan 11-12 IUP lainnya.
“Sejak tahun 2010 kita mengalami proses hukum yang cukup panjang, dari tingkat Pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung. Dan pada 24 Oktober 2019, Putusan MA Inkrah menyatakan bahwa PT Antam adalah pemilih sah dari IUP seluas 16.920 ha di Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe Utara,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, yang terjadi di lapangan adalah terjadi bukaan-bukaan lahan. Di mana area yang mengalami sengketa dan kemudian di tambang secara ilegal seluas 500 ha, data 30 Juli 2021.
“Kita estimasikan potensi kehilangan ore cukup besar. Akan tetapi dengan keputusan yang sudah inkrah tadi kita kemudian melakukan upaya mengeksekusi terhadap Putusan MA tersebut. Kita berkoordinasi sangat baik dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, dan saat ini sudah mulai di rapihkan bersama pak Gubernur dan Pihak Kepolisian di mana per hari ini (27/09) lahat ini sudah kosong. Dan kita saat ini menunggu revisi RKAB dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM untuk segera dilakukan persiapan-persiapan untuk menambang,” tuturnya.
Direktur Utama PT Bukit Asam, Suryo Eko Hadiyanto, mengatakan khusus untuk Bukit Asam terkait overlapping lahan hanya ada satu yakni di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan PT Musi Hutan Persada (MHP).
Di mana lahan ini merupakan IUP eksplorasi PT BA yang sudah dilakukan sejak tahun 1979 dan keluar sebagai IUP operasi produksi di tahun 2009.
Akan tetapi, MHP mengantongi izin hak penguasaan hutan berdasarkan SK Menteri tahun 1996. Untuk itu, saat ini PT BA juga sudah mendapatkan IPPKH seluas sekitar 14.000 ha di kawasan hutan tersebut. Saat ini PT BA meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menengahi terhadap nilai ganti investasi yang telah dilakukan oleh MHP tersebut.
“Di lahan ini direncanakan akan dilakukan penambangan untuk mensupport PLTU Sumsel-8 dan men-support project hilirisasi Dimethyl Eter (DME). Di mana PT BA akan menggunakan batubara untuk hilirisasi DME dari kawasan yang overlapping ini,” imbuhnya.
Sementara, Mochtar Riza Pahlevi, menambahkan terkait tumpang tindih wilayah pertambangan yang terjadi di PT Timah yakni untuk wilayah darat diwilayah kawasan hutan produksi seluas 83.000 ha dan juga perkebunan kelapa sawit.
“Dua lokasi ini sebenarnya bisa ditambang, tapi saat ini kami sedang mengajukan izin dengan IPPKH untuk di Kabupaten Bangka Induk, Bangka Barat, dan Bangka Selatan, untuk Kawasan Hutan Produksi dan Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit,” paparnya.
“Kami sudah berkomunikasi dengan pemilik kebun sawit dan mendapat respon positif, kemungkinan akhir tahun 2021 atau awal 2022, kami sudah mulai menambang di area kebun kelapa sawit,” paparnya.
“Sementara, untuk area penambang di laut, terdapat tumpang tindih seluas 40.000 ha dengan zonasi RZPPPK di wilayah Belitung Timur, selain itu ada tumpang tindih dengan jalur kabel bawah laut dan jalur pelayaran,” tutupnya.
Competent Person Indonesia
Kemudian, terkait dengan keberadaan Competent Person Indonesia (CPI), Sugeng menjelaskan, di mana CPI memiliki peran penting untuk menjaga dan memastikan bahwa sumber daya mineral dan batubara di tidak tereksploitasi secara berlebihan. Bagi perusahaan yang ingin melakukan aktivitas pertambangan dan penjualan, maka dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) yang disahkan pemerintah harus memuat jumlah cadangan mineral dan IUP yang mendapatkan pengesahan dari CPI.
Pasalnya, tanpa RKAB yang disahkan oleh pemerintah, pemegang IUP tidak dapat melakukan aktivitas penambangan apalagi melakukan penjualan dari hasil tambang.
Namun demikian, dalam praktiknya, terkadang RKAB yang disusun tidak mengacu pada hasil verifikasi perhitungan cadangan oleh CPI atau sebaliknya CPI melakukan perhitungan cadangan minwral berdasarkan keinginan pemilik IUP/IUPK sehingga sering ditemukan kapasitas produksi tidak sebanding dengan jumlah penjualan mineral dan batubaranya.
“Dengan jumlah CPI yang saat ini hanya berjumlah 333 orang tentunya memiliki keterbatasan untuk melakukan verifikasi cadangan mineral yang beranekaragam dan batubara,” kata Sugeng.
Dengan jumlah yang terbatas tersebut, CPI berpotensi tidak melakukan tugasnya secara baik dan profesional. Ini tentunya menjadi permasalahan sendiri yang perlu mendapatkan penjelasan dari pelaku usaha dalam hal ini (MIND ID) selaku Holding BUMN Pertambangan.
CEO Group MIND ID, Orias Petrus Moedak, kembali menjelaskan, terkait CPI ini sebenarnya di masing-masing anak usaha memiliki permasalahan tersebut.
“Kami melihat yang sangat berpengaruh sekali dari kinerja perusahaan di bawah MIND ID terkait CPI ini yaitu yang terjadi di PT Timah. Karena ini bukan CPI timah akan tetapi CPI yang memvalidasi neraca cadangan dari penambang-penambang atau yang menampung hasil penambangan rakyat,” katanya.
“Perkembangan terakhir, dalam 2-3 tahun terakhir di PT Timah rapornya merah terus, tahun ini mulai menunjukkan rapor hijau tua (tahuj ini PT Timah mulai profit) tahun-tahun sebelumnya mengalami kerugian,” imbuhnya.
Riza Pahlevi menambahkan, terkait dengan CPI ada tiga peran dari CPI yakni pertama pelaporan hasil eksplorasi. Kedua pelaporan estimasi sumberdaya mineral, dan ketiga pelaporan cadangan mineral.