Komisi XII DPR RI: GRR Tuban Strategis untuk Transformasi Industri Migas Nasional

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com– Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menegaskan bahwa kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Rusia baru-baru ini merupakan sinyal politik kuat bahwa Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan proyek Grass Root Refinery and Petrochemical (GRR&P) Tuban di Jawa Timur.

Proyek strategis hasil kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dan perusahaan migas Rusia Rosneft tersebut dipandang sangat penting, tidak hanya dalam meningkatkan kapasitas produksi bahan bakar minyak nasional, tetapi juga dalam membangun kompleks industri petrokimia milik negara.

“GRR Tuban sangat penting bagi Indonesia. Ini bukan sekadar membangun kilang minyak, tapi sekaligus membentuk petrochemical industry complex milik bangsa sendiri,” ujar Sugeng dalam pertemuan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII DPR RI di Surabaya, Jumat (11/7/2025), dikutip dari website DPR.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh jajaran Direksi PT Pertamina (Persero), PT Kilang Pertamina Internasional, serta PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia Jawa Timur.

Sugeng menjelaskan, GRR Tuban yang telah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak 2017, sempat mengalami hambatan akibat dinamika geopolitik global, khususnya pasca konflik Rusia-Ukraina yang berdampak pada arus pembiayaan internasional ke Rusia. Nilai investasi proyek ini mencapai sekitar USD 20 miliar.

Meski demikian, Sugeng menegaskan bahwa Rosneft tetap berkomitmen melanjutkan proyek ini. Bahkan, menurutnya, sinyal positif semakin menguat pasca pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo dan Presiden Vladimir Putin.

“Proyek ini akan memproduksi BBM hingga 300.000 barel per hari dan produk petrokimia mencapai 4,5 juta ton per tahun. Padahal saat ini, 64% kebutuhan petrokimia nasional masih bergantung pada impor,” ungkapnya.

Sugeng menyoroti bahwa Indonesia saat ini mengeluarkan lebih dari USD 9 miliar per tahun untuk impor bahan baku petrokimia, seperti plastik, PVC, dan serat sintetis. Dengan beroperasinya GRR Tuban, ketergantungan tersebut diharapkan bisa ditekan secara signifikan.

Lebih lanjut, Sugeng menyatakan bahwa seluruh kilang migas di Indonesia ke depan harus bertransformasi menjadi refinery-petrochemical industry complex—yakni kilang yang terintegrasi dengan industri petrokimia untuk meningkatkan margin dan daya saing industri.

“Kilang BBM konvensional sudah tidak kompetitif. Dunia migas global bergerak ke arah kompleks industri terintegrasi. GRR Tuban sejak awal sudah disiapkan dalam kerangka ini,” tegasnya.

Sugeng juga menekankan pentingnya dukungan penuh dari pimpinan nasional dalam menyelesaikan hambatan geopolitik dan memastikan proyek ini tetap berjalan sesuai agenda transformasi energi dan industrialisasi nasional.