Jakarta,ruangenergi.com-Memindahkan Depo/Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang PT Pertamina (Persero) ke lokasi lain bukanlah pilihan bijak. Opsi tersebut terkesan hanya sekedar kebijakan Populis dari Pemerintah, meskipun dalam konteks komunikasi publik hal tersebut berlangsung efektif. Ekskalasi issue jadi lebih kondusif, sehingga penanganan bencana disana menjadi lebih fokus dan cepat, tanpa terganggu issue-issue politik yang mungkin muncul.
Namun sekali lagi, kebijakan tersebut bukan opsi yang bijak. Letak yang strategis Depo Pertamina Plumpang memiliki value yang tinggi dan mampu menunjang kinerja Pertamina khususnya di Jabodetabek, bahkan hingga Jawa Barat Banten.
“Kebijakan yang sebaiknya diambil adalah, tetap mempertahankan Depo Plumpang di lokasi eksis saat ini, sambil membuat perencaan strategis merelokasi warga Tanah Merah disekitar depo,” kata pakar komunikasi Muhammad Saiifulloh dalam keterangan tertulis kepada media massa, Jumat (31/03/2023) di Jakarta.
Menurut Saiifulloh yang kesehariannya sebagai Dosen Ilmu Komunikasi Moestopo University, menilai kebijakan relokasi warga bukan langkah yang melanggar aturan, meskipun tidak populis, rawan akan krisis baru, namun hal tersebut sangat mungkin untuk dilakukan.
Peran komunikasi kordinatif Pertamina dengan Lembaga dan stake holder terkait sangat penting. Bukan saja komunikasi dengan Lembaga terkait relokasi- seperti Pemprov DKI, BPN dan lain-lain, namun yang paling penting adalah komunikasi dengan stake holder utamanya, yakni warga yang tinggal di daerah buffer zone tersebut.
“Disini peran PR ataupun Corporate Communication PT. Pertamina sangat penting dalam mengkomunikasikan ulang kepada publik tentang Buffer Zone.
Bencana yang baru saja terjadi, yang akhirnya menyisakan “konflik” pertanahan di area buffer zone Depo Plumpang adalah sebuah akibat dari kurang baiknya komunikasi kordinatif Pertamina dengan Stake Holder terkait,”papar Saiifulloh.
Karena itu,lanjutnya, sebaiknya di komunikasikan ulang kepda publik dengan perencanaan matang, melibatkan lembaga-lembaga terkait lainnya seperti Pemda DKI, Badan Pertanahan Nasional, pihak keamanan dan LSM lingkungan. Hingga akhirnya publik dalam hal ini warga yang tinggal di buffer zone paham dan mau direlokasi ke tempat yang lebih baik.
Harus juga dikomunikasikan bahwa kebijakan ini judulnya “relokasi” bukan “menggusur” warga. Karena itu harus ke tempat yang lebih baik. Dengan konsep CSR dan Suistenable Development terhadap warga yang di relokasi tadi.
“Konsep relokasi dengan suistanabilty devepment program ini prinsipnya harus memperhatikan kebutuhan atau kualitas hidup warga saat ini dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dan kualitas hidup warga setelah di relokasi. Prinsip utamnya warga yg direlokasi kualitas hidup harus bisa lebih baik dari saat mereka tinggal di Buffet zone,” tegasnya.
Hal tersebut dapat dikomunikasikan dengan baik kepada publik, khususnya warga di area Buffer zone Depo Plumpang.
“Rasanya Relokasi akan menjadi hal yang mungkin dilakukan. Dan secara ekonomi saya yakin biayanya tidak lebih mahal dari merelokasi Depo Pertaminanya,”pungkasnya.