Jakarta,ruangenergi.com-Head of Corporate Communication Adaro Energy (ADRO) Febrianti Nadira menyatakan selama bulan Jan-Sep 2021, kontribusi Adaro terhadap Pemerintah RI melalui royalti dan pajak penghasilan mencapai US$510 juta.
Adaro sebagai perusahaan yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tentunya akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku, termasuk peraturan mengenai Domestic Market Obligation (DMO) .
Mematuhi peraturan ketentuan DMO serta memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara untuk dalam negeri merupakan prioritas Adaro.
“Untuk tahun 2021 DMO Adaro sekitar 11,1 juta ton. Realisasi penjualan domestik pada bulan Januari – Oktober 2021 sebesar 9,69 jt ton. Dengan tambahan penjualan di November dan Desember 2021, maka estimasi total penjualan batu bara ke domestik untuk tahun 2021 adalah 26-27% dari total produksi (lebih dari yang disyaratkan),” kata Febrianti kepada ruangenergi.com,Selasa (04/01/2022) di Jakarta.
Saat ini, lanjut Ira–sapaan Febrianti–Adaro mendapatkan penugasan tambahan sebanyak 500.000 ton dan sudah bersepakat dengan Kementerian ESDM serta PLN untuk segera dipenuhi.
“Kami berharap peraturan di industri batubara dapat membuat perusahaan nasional seperti Adaro tetap bisa eksis dan ikut mendukung ketahanan energi nasional sekaligus memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain,” pungkas Ira.
Dalam catatan ruangenergi.com,Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batubara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
“Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, pada acara Sosialiasi Kebijakan Pemenuhan Batubara dengan pengusahan batubara di Jakarta, Sabtu (1/1/2022).