Jakarta, Ruangenergi.com – Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) begitu tinggi dan menciptakan dampak iklim bagi berbagai negara-negara di dunia, sehingga dunia kini tengah menghadapi perubahan iklim yang ekstrim.
Upaya menghadapi perubahan iklim, Amerika Serikat (AS) mengadakan Leaders Summit on Climate (LSC) yang mengundang 40 pemimpin negara termasuk Indonesia secara virtual pada 22-23 April 2021 untuk berdiskusi bersama demi menciptakan terobosan nyata dalam menghadapi permasalahan ini.
LSC sebagai wahana diskusi ini juga menjadi tempat persiapan menuju konferensi PBB Perubahan Iklim (COP 26) pada bulan November 2021 mendatang di Glasgow.
Mewakili Pemerintah Indonesia, turut hadir Presiden RI serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bersama beberapa menteri lainnya yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya; Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani; dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Selaku salah satu pembicara dalam forum ini, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan beberapa paparan nasional terkait penjagaan kenaikan suhu global.
Menurut Luhut, Indonesia memiliki area perhutanan seluas 94.1 juta hektar atau 50.1% dari total luas daratan yang ada.
“Sektor kehutanan memberikan kontribusi 17,2% dari 29% target NDC kami,” jelas Luhut dalam diskusi tersebut.
Luhut menjelaskan bahwa Indonesia telah mengambil beberapa langkah perbaikan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan telah berusaha meningkatkan stok karbon melalui sejumlah aksi rehabilitasi hutan dan lahan.
“Presiden Jokowi telah mengeluarkan Keputusan Presiden, agar secara permanen membekukan izin baru untuk penebangan dan pemanfaatan lahan gambut sejak 2019,” beber Luhut.
Ia menambahkan, laju deforestasi Indonesia telah menurun tajam dalam beberapa periode terakhir, dan pada tahun 2020 penurunannya mencapai 75%. Indonesia juga telah melakukan berbagai aksi untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan.
Strategi yang juga melibatkan berbagai komunitas masyarakat ini telah melatih 12.994 orang untuk menjadi Brigade Pemadam Kebakaran Hutan untuk mengontrol dan menghilangkan berbagai titik api dan kebakaran.
“Indonesia menyimpan hampir 17% total karbon biru, dimana angka ini tidak dapat dianggap sebelah mata,” katanya.
Luhut juga mengatakan, Pemerintah terus meningkatkan program rehabilitasi hutan mangrove di berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, dengan total luas 3,31 juta area hutan mangrove, program ini tidak hanya memiliki dampak ekonomi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain tindakan mitigasi kebakaran hutan dan lahan serta program rehabilitasi mangrove, Indonesia juga secara aktif terus membangun program Food Estate yang memanfaatkan teknologi hijau dan mengaplikasikan teknologi agrikultur terbaru untuk mengurangi limbah pertanian, penggunaan pupuk yang berlebihan, serta berbagai ancaman lainnya.
“Program ini menghasilkan berbagai peluang pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan pembangunan daerah pedesaan,” urai Menko Luhut.
Dikatakan olehnya, dua wilayah Food Estate yang sedang di kembangkan, yaitu Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara telah memperlihatkan berbagai dampak baiknya bagi masyarakat sekitar.
Diakhir sambutannya, Luhut pun menguraikan bahwa Indonesia akan memprioritaskan perubahan iklim dan mendukung negara berkembang untuk mencapai ambisi iklim global dalam G20 di tahun 2022 dan ASEAN di tahun 2023 yang akan diselenggarakan di Indonesia.
“Kami berharap kedepannya akan tercipta berbagai kolaborasi dengan pihak AS terkait aksi nyata bagi iklim global dan negara-negara G20 serta ASEAN lainnya untuk mencapai tujuan bersama ini,” tutupnya.
Sebagai informasi, pertemuan yang diadakan selama dua hari ini diharapkan mampu memberikan solusi nyata bagi perubahan iklim yang tengah melanda.