Jakarta, ruangenergi.com- Mantan Anggota Dewan Energi Nasional(DEN) periode 2009-2014 Prof Mukhtasor.,PhD mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo selaku Ketua Dewan Energi Nasional dan Menteri ESDM ArifinTasrif Ketua Harian DEN. Berikut kutipan surat serta 7 langkah dan konsideran masukannya:
Izinkanlah saya selaku warga negara Republik Indonesia mengajukan gagasan, 7 Langkah dan Konsideran, menyikapi rencana revisi PerMen ESDM No. 49/2018 terkait dengan PLTS Atap. Semoga usulan ini menjadi solusi bersama, menjadi jalan tengah bagi semua pemangku kepentingan dan menjadi model gotong royong kita sebagai bangsa.
1.Negara melalui Pemerintah mengambil peran kepemimpinan dan terdepan dalam langkah transisi energi dengan cara mengintegrasikannya dengan langkah transisi ndustry nasional di bidang energi baru terbarukan di dalam negeri. Kita memanfaatkan momentum pembangunan energi terbarukan ini sebagai kesempatan untuk kebangkitan ndustry nasional dan inovasi oleh anak negeri.
2.Pemerintah memimpin program menurunkan biaya modal PLTS Atap, dengan mengkonsolidasikan kemampuan dari unsur swasta nasional, koperasi dan UKM, BUMN, lembaga riset dan perguruan tinggi untuk membangun ekosistem ndustry rantai pasok PLTS yang kompetitif dan maju.
3.Untuk itu Pemerintah mengalokasikan dana APBN secara cukup dari sisi jumlah dan waktu, untuk insentif ndustry rantai pasok PLTS dalam negeri, baik dalam bentuk finansial, ndust atau dukungan lainnya, agar keekonomiannya layak; dan secara terukur Pemerintah membuka dan mengamankan captive market PLTS Atap, dengan skala ekonomi yang memadai agar ndustry dalam negeri ini berkembang sehat.
4.Pemerintah melakukan realokasi dana APBN yang yang semula harus digunakan untuk kompensasi atas konsekuensi dari rencana perubahan skema ekspor-impor dari formula 1 : 0,65 menjadi 1 : 1, menjadi dana insentif untuk menurunkan biaya modal pembangunan PLTS Atap. Sehingga semangat dan dukungan masyarakat luas bagi PLTS makin besar, dan mempercepat pencapaian target bauran energi nasional. Dengan demikian, Pemerintah merangkul dan mengayomi semua fihak. Di satu sisi pengguna PLTS Atap diuntungkan dengan keekonomian yang lebih baik; di sisi yang lain biaya-biaya yang timbul sebagai konsekuensi dari upaya menjaga kontinuitas pasokan dan kualitas listrik sesuai standar, yang dilaksanakan oleh BUMN, dapat tetap dipenuhi sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
Hal ini juga untuk memitigasi risiko kenaikan ndust listrik bagi konsumen PLN. Sebagai hasilnya, akan tumbuh ndustry baru, yang dapat meningkatkan nilai tambah nasional, menyerap lapangan kerja dan mendorong perekonomian di dalam negeri. Sehingga energi betul-betul menjadi modal pembangunan, sebagaimana amanah dari Kebijakan Energi Nasional dalam PP No. 79/2014.
Dengan cara ini, kontroversi rencana revisi PerMen ESDM No. 49/2018 mendapatkan solusi bersama. Win-win solution, dimana rencana mengubah formula dari 1 : 0,65 menjadi 1 : 1 tidak perlu dilakukan. Hal yang perlu diperbaiki adalah proses bisnis di pemerintahan dan PLN agar pembangunan PLTS Atap dapat difasilitasi lebih baik dan lebih cepat. Justru yang perlu dilakukan adalah, Pemerintah menerbitkan PP tentang Percepatan Penguatan Kemampuan Nasional dan Pengembangan Ekosistem Industri EBT untuk Mendukung Transisi Energi secara Berkelanjutan. Dalam PP ini, semua unsur yang relevan dikonsolidasikan agar bersinergi, diantaranya adalah Kementrian ESDM, Kementrian Perindustrian, Kementrian Keuangan, Kementrian BUMN, PLN, pelaku swasta nasional, lembaga riset, perguruan tinggi, lembaga perbankan dan pembiayaan, serta fihak yang relevan lainnya.
5.Pemerintah menyelenggarakan monitoring dan pengendalian yang ketat atas ndustry transisi energi dengan pengembangan ndustry dalam negeri tersebut, disertai dengan manejemen komunikasi yang baik dan efektif, agar dukungan kemampuan dalam negeri dapat optimal. Mereka yang mungkin masih meragukan kemampuan Pemerintah mengeksekusi hal ini perlu dirangkul dan diingatkan, bahwa banyak hal yang sulit ternyata dapat diselesaikan melalui kepemimpinan Pemerintah. Misalnya pembangunan infrastruktur pelabuhan, jalan, kereta dan lain-lain. Ini berarti bahwa, ketika Pemerintah sudah punya kemauan yang baik, maka jalan dukungan itu bisa didapatkan, termasuk dalam hal ndustry nasional rantai pasok PLTS ini nanti, insya Allah.
6.Pelaksanaan langkah-langkah diatas harus didasarkan pada roadmap yang komprehensif, rasional dan terukur. Pemerintah mengedukasi bahwa upaya menurunkan emisi karbon dilaksanakan dengan sebaik-sebaiknya, seiring dengan mitigasi risiko dampak sosial ekonominya. Misalnya, berapa jumlah daya PLTS yang akan dibangun dan kapan akan masuk pada ndust, dapat saling diselaraskan dengan rencana pengembangan Industry nasional rantai pasok PLTS. Pemerintah pernah menugaskan PLN melaksanakan percepatan 10.000 MW dan 35.000 MW, yang produksi listriknya sudah masuk ke ndust, yang saat ini sebagian mengalami over supply atau daya berlebih. Jika PLTS masuk ndust dalam jumlah banyak, di Jawa Bali misalnya, maka sebagian pembangkit listrik terpaksa harus dimatikan atau dioperasikan pada kapasitas sub optimal yang tidak efisien, atau pemborosan. Kemampuan APBN untuk menanggung konsekuensi tersebut harus direfleksikan dalam perencanaan atau road map.
7.Ketersediaan dana APBN adalah faktor pembatas yang tidak boleh diabaikan. Jika tidak demikian, transisi energi berisiko gagal sejak awal, atau berjalan tetapi tidak berkelanjutan, atau berisiko pada PLN karena konsekuensi yang seharusnya ditanggung oleh negara berubah menjadi beban keuangan PLN yang sudah sangat berat menanggung dampak kebijakan sebelumnya, atau bahkan berisiko memahalkan harga listrik dan lagi-lagi membebani perekonomian rakyat dengan kenaikan ndust dasar listrik. Disisi lain, road map yang baik akan menghadirkan rasa keadilan di hati rakyat, tanpa menimbulkan kecemburuan sosial akibat perbedaan perlakuan yang mencolok.
Dengan sumberdaya yang tersedia, Pemerintah memberi prioritas pada tema keadilan energi, dimana setiap orang berhak atas energi, sebagaimana UU No. 30/2007. Roadmap juga memastikan bahwa upaya mewujudkan keadilan energi sebagai cermin prinsip keadilan sosial dalam Pembukaan UUD 1945 harus diprioritaskan pada pembangunan energi nasional.
Demikian 7 Langkah dan Konsideran sebagai masukan, semoga menjadi model gotong royong kita membangun energi dan ndustri dalam negeri, dan semoga diridhoi oleh Allah SWT.