Hulu Migas

Medco Siap Dukung SKK Migas Capai 1 Juta Barel

Jakarta, Ruangenergi.comPT Medco Energi Internasional Tbk (Medco Energi) terus aktif melakukan eksplorasi dan eksploitasi cadangan minyak dan gas (migas) di blok-blok potensial.

Hal ini sebagai bentuk dukungan Medco untuk capai target pemerintah mencapai lifting sebesar 1 juta Barel Oil Per Day (BOPD) dan gas 12 Billion Standard Cubic Feet per Day (BSCFD) pada tahun 2030 mendatang.

Demikian ungkapan Direktur Utama Medco Energi, Hilmi Panigoro, dalam diskusi “Masa Depan Industri Hulu Migas Indonesia” bersama media secara virtual, (10/11).

Hilmi mengatakan saat ini pihaknya tengah menjajaki empat proyek hulu migas dalam mendukung target pemerintah.

Ia menjelaskan, dalam 2 tahun terakhir emiten berkode MEDC tersebut sudah melakukan berbagai usaha-usaha eksplorasi maupun eksploitasi migas.

Insya Allah, akan membuahkan hasil berupa 4 proyek yang akan onstream di tahun depan dan tahun berikutnya,” terang Hilmi, (10/11).

Dirut Medco Energi Internasional

Adapun proyek pertama yakni Proyek Gas Hiu Field yang ditargetkan dapat on stream pada kuartal II tahun 2022.

“Proyek Gas Hiu Field merupakan Proyek migas yang dilakukan oleh Medco Energi dengan estimasi on stream paling cepat. Harapan perusahaan, proyek gas dengan proyeksi produksi gas baru sebanyak 43 juta standar kubik per hari ini diharapkan bisa on stream pada kuartal kedua tahun depan,” imbuh Hilmi.

Selanjutnya, Proyek Belida Extension yang ditargetkan dapat on stream pada kuartal IV tahun 2022.

“Proyek gas ini diproyeksi mampu menghasilkan gas sebanyak 34 juta kaki kubik per hari,” katanya.

Kemudian, Proyek Gas Bronang Field yang ditargetkan dapat segera on stream pada kuartal IV tahun 2023 mendatang.

“Proyek gas ini diperkirakan dapat memberi tambahan produksi gas sebanyak 50 juta standar kaki kubik per hari,” paparnya.

Yang keempat yakni Proyek Minyak Forel Field, yang mana MEDC menargetkan proyek tersebut dapat on stream pada kuartal IV tahun 2023.

“Proyek minyak Forel Field ini diharapkan bisa memberi tambahan produksi minyak sebanyak 10.000 barel per hari. Khusus untuk Forel perlu saya sampaikan, sebelumnya ini adalah lapangan marjinal, tapi dengan kerja sama yang baik antara SKK Migas, Kementerian, dan kami. Kami berhasil melakukan breakthrough di dalam memperbaiki contract terms, sehingga lapangan marjinal seperti ini bisa diproduksikan,” urainya.

Komitmen Turunkan Emisi GRK

Tak hanya pengembangan proyek hulu migas, Medco Energi juga gencar menggenjot proyek yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal tersebut guna menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam mendukung target bauran energi nasional EBT sebesar 23% di 2025 dan 31% di 2050.

Adapun proyek yang sedang di jajakinya yaitu proyek ketenagalistrikan gas dan EBT. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Riau yang berkapasitas 275 Megawatt (MW) dengan Kansai Electric. Selanjutnya, Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP/Geothermal) yang berlokasi di Ijen dengah kapasitas 100 MW.

Kemudian, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang berlokasi di Sumbawa dengan kapasitas 26 Megawatt Peak (MWp), PLTS di Bali dengan kapasitas 2×25 (MWp), serta Proyek PLTS Pulau Bulan dengan kapasitas mencapai 670 MWp.

“Yang baru kita tandatangani bulan yang lalu adalah pembangkit listrik tenaga surya yang mungkin akan merupakan yang terbesar di Indonesia, yaitu 670 MWp di pulau Bulan untuk diekspor ke Singapura,” jelas Hilmi.

Sementara, terkait pengurangan emisi gas rumah kaca, Medco Energi berharap bisa mencapai menetapkan target emisi Net Zero untuk Scope 1 dan Scope 2 pada 2050, serta emisi Net Zero untuk Scope 3 tahun 2060.

“Scope 1 yang dimaksud merupakan emisi GRK langsung. Sementara itu scope 2 merupakan emisi GRK dari konsumsi energi tidak langsung. Lalu, scope 3 adalah emisi GRK tidak langsung lainnya. Berdasarkan data perusahaan, intensitas emisi scope 1 turun 15% sejak 2018 hingga paruh pertama tahun ini,” ungkapnya.

Migas Masih Menjadi Andalan

Sementara, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan konsumsi energi di sektor migas akan terus mengalami peningkatan hingga 2030, meskipun secara persentase menurun.

Seperti halnya minyak yang diprediksi akan mengalami kenaikan sebesar 139% dan gas bumi melonjak hingga 298% pada 2030 mendatang.

“Kebutuhan pasokan energi yang semakin meningkat, meskipun secara persentase menurun, namun kebutuhan pasokan dari minyak bumi dan gas secara nominal makin membesar,” terangnya.

Dwi Soetjipto

Untuk itu, SKK Migas mengaku tengah memiliki rencana strategis dalam meningkatkan lifting produksi migas nasional. Salah satu yakni dengan Indonesian Oil and Gas (IOG 4).0.

Ia menjelaskan, upaya ini untuk meningkatkan peran strategis industri hulu migas bagi perekonomian nasional, mengingat kebutuhan migas masih akan terus meningkat dimasa mendatang.

Dwi menuturkan bahwa IOG 4.0 mencakup tiga target besar pada 2030. Pertama, memproduksi minyak 1 juta BOPD serta gas bumi sebanyak 12 BSCFD.

Kedua yakni meningkatkan multiplier effect industri hulu migas terhadap sektor lainnya, sehingga bisa memperkuat kapasitas nasional yang berdaya saing. Yang ketiga yaitu SKK Migas juga menargetkan terciptanya keberlanjutan lingkungan.

“SKK Migas juga menargetkan keberlanjutan kelestarian Lingkungan,” terang Pria kelahiran 10 November 66 tahun silam.

Dampak Pandemi Covid-19

Selain itu, Dwi juga mengungkapkan dampak dari Pandemi Covid-19 yang melanda dunia di hampir 2 tahun belakang ini. Pasalnya, dalam laporan terbaru secara global dampak Pandemi Covid-19 menurunkan sisi konsumsi energi primer global sebesar 4,5% di tahun 2020.

Ia menambahkan, penurunan juga terjadi pada emisi karbon global sebesar 6,3%, minyak bumi turun sebesar 9,3%, natural gas turun sebesar 2,3%, konsumsi batubara turun sebesar 4,2%. Akan tetapi, di sisi lain kata Dwi, pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) mengalami kenaikan yakni sebesar 9,7%.

Dia mengungkapkan bahwa tahun 2020 terjadi penurunan konsumsi energi terbesar sepanjang sejarah, hak itu diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19.

“Cukup dalam dampak dari Pandemi Covid-19 ini. Kedepannya, kebutuhan minyak bumi akan mencapai angka tertinggi pada tahun 2030 menurut estimasi sekarang, kecuali ada perubahan-perubahan tertentu dalam perjalanannya,” tuturnya.

Demikian juga dengan natural gas, Dwi mengatakan secara global pemanfaatan natural gas akan tumbuh secara signifikan sejalan dengan pertumbuhan industri dan pertumbuhan ekonomi Asia.

“Gas masuk energi transisi. Jadi sebelum persiapan suplai dari energi baru terbarukan, maka natural gas akan terus meningkat sampai tahun 2050,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *