Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam sebuah webinar yang selenggarakan oleh Kerja Sama Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UII) dengan Pusat Studi Hukum Energi (Pushenergi) bertajuk “Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas“, Mantan Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini, mengusulkan agar pemerintah segera melakukan Revisi terhadap Undang-Undang nomor 22 tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Usulan tersebut dikatakannya lantaran perubahan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus, caranya yaitu melakukan revisi UU Migas. Menurutnya, jika pemerintah sudah melakukan revisi UU Migas akan lebih mudah membuat BUMN Khusus pengganti SKK Migas.
“Harus dibereskan dulu UU Migas nya, kemudian di UU Omnibus Law. Sesegera mungkin agar UU nomor 22 tahun 2011 ini diperbaiki,” terangnya, (06/12).
Sementara, SKK Migas berharap rencana revisi UU Migas ada kepastian dasar hukum untuk lembaganya.
Sebagaimana diketahui, terbentuknya lembaga negara yang mengawasi investasi di sektor hulu migas alias SKK Migas pada 2012 lalu merupakan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya mengacu kepada Peraturan Presiden. Keputusan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pelaksana Tugas Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, Murdo Guntoro, mengatakan, setiap model pengelolaan lembaga dalam mengelola sumber daya migas memiliki masalah sendiri.
Untuk itu, menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang dalam membentuk lembaga khusus atau diberikan kewenangannya pada BUMN nantinya.
“Kami mengharapkan pemerintah mempertimbangkan sendiri-sendiri dengan mengukur kemampuan negara dalam pengelolaan SDM migas apabila negara memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya migas konsensi bisa diberikan oleh BUMN,” jelas Murdo, dalam diskusi tersebut.
Ia mengemukakan, jika pemerintah belum bisa mengelola sumber daya alam migas maka bisa membentuk lembaga khusus yang mana ada kepastian hukum.
“Akan tetapi kalau pemerintah belum mengelola sendiri sumber daya alam migas maka konsesinya diberikan BUMN dan badan usah lainnya,” imbuh Murdo.
Ia menjelaskan, dalam mengelola industri migas tidaklah mudah. Nyatanya, masih ada tantangan pada di sektor hulu migas yang harus diperbaiki guna menggenjot hasil migas lebih maksimal, terlebih lagi Pemerintah memiliki target di 2030 lifting produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari.
“Ini memiliki tantangan tidak mudah karena cenderung produksi migas menurun tapi permintaan meningkat. Hal inilah peranan lembaga mengelola migas bisa menyelesaikan hambatan pada industri migas,” paparnya.
Hadir bersama dalam Webinar tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. Fahmy menjelaskan, SKK Migas hanya bisa dibubarkan melalui perubahan atau revisi UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Migas.
Dikatakan oleh Fahmy, saat ini yang terpenting adalah merubah SKK Migas menjadi BUMN Khusus di sektor hulu migas. Sebab, selama ini kewenangan SKK Migas sangat besar dan memicu moral hazard, salah satunya mengenai pengembalian cost recovery.
“Kewenangan untuk pengembalian cost recovery, itu sangat rawan korupsi. Di awal-awal itu hampir semua biaya yang dikeluarkan investor harus diganti dengan persetujuan SKK Migas dan itu banyak moral hazard,” jelas Fahmy.
Ia ingin agar SKK Migas bisa menjadi BUMN Khusus, akan tetapi ada sejumlah urgensi yang mengenai hal tersebut, di antaranya, Pertama, revisi UU Migas sudah menggantung di DPR selama tujuh tahun, sehingga selama itu pula kepastian hukum SKK Migas belum jelas.
Kedua, UU Cipta Kerja tidak mengatur penggantian SKK Migas menjadi BUMN Khusus. Kekosongan perundang-undangan tersebut menyebabkan ketidakpastian bagi investor dan peran SKK Migas tidak optimal.
“Dengan BUMN Khusus, SKK Migas akan lebih lincah, karena dia bisnis yang mengelola keuangan. Kalau sekarang ini semua cashflow ke Kemenkeu, dana yang digunakan juga dana APBN, harus mengajukan seperti kementerian lain, ini jadinya birokrasi, bukan bisnis,” bebernya.