Jakarta, Ruang Energi – Pengamat dan Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menanggapi rencana migrasi dari gas LPG ke kompor listrik atau kompor induksi. Menurut Mamit, wacana tersebut bisa memberikan dampak positif dan negatif.
“Konversi kompor LPG ke kompor induksi saya kira akan memberikan beberapa dampak ya, baik positif maupun negatif,” ujar dia kepada Ruang Energi pada Jumat, (23/9/2022).
Dampak positif dari migrasi kompor listrik, kata Mamit, mengurangi impor LPG yang mana saat ini 75 persen adalah impor. Dengan menjadi importir maka Indonesia sangat tergantung dengan harga CP Aramco yang fluktiatif maka beban subsidinya semakin meningkat sehingga jika kompor induksi masif maka bisa mengurangi beban subsidi.
Selain itu, Mamit melanjutkan, dengan kompor induksi maka ketahanan energi Indonesia semakin kuat. Karena akan lebih mandiri di mana listrik Indonesia berasal dari batu bara yang jumlahnya cukup besar.
“Dengan kompor induksi bisa mengurangi kelebihan pasokan listrik yang saat ini sangat banyak dengan adanya peningkatan konsumsi listrik,” kata dia.
Sedangkan dampak negatif penggunaan kompor induksi harus dibarengi dengan kompor lain. Karena jika pasokan listrik terganggu masyarakat tidak bisa memasak.
“Harga kompor induksi juga masih cukup mahal, dan watt-nya masih tinggi,” tutur Mamit.
Menurut Mamit, pada prinsipnya mekanisme konversi ini adalah memberikan jalur khusus hanya untuk kompor induksi di mana pemasangannya gratis. Serta masyarakat mendapatkan kompor dan peralatannya secara gratis juga, jadi tidak akan mengganggu penggunaan listrik yang lain.
Namun, dia juga memiliki catatan agar kompor induksi ini tidak memberatkan masyarakat di mana tarifnya harus tetap disubisidi. “Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa dengan menggunakan kompor induksi ini akan jauh lebih menguntungkan bagi masyarakat dan juga pemerintah,” ucap Mamit.
Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi oversuplai. Tapi saat ini kelebihan pasokan listrik mencapai 6-7 Giga Watt dimana dengan skema take or pay PLN harus membayar Rp 3 T. Oleh karena itu, PLN harus melakukan renegoisasi dengan IPP.