Peta Indonesia

Muncul Wacana Terbitkan Perpu Merubah Perpres Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,Ruangenergi.com-Muncul wacana untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) pengganti Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001. Hal ini berakibat kegiatan usaha hulu dan hilir ditinjau ulang termasuk Perpres tentang SKK Migas.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomer 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (disingkat: SKK Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

“Kegiatan Usaha Hulu  dan Hilir sudah tidak dianggap memberikan kontribusi devisa negara yang signifikan.Ada wacana Perpu membubarkan lembaga tersebut. Hulu dikelola oleh Kementerian ESDM. Sedangkan hilir dilepas ke pasar, range harga ditentukan oleh Pemerintah. Namun ingat ya,ini baru wacana,” kata sumber ruangenergi.com,Rabu (13/01/2021) di Jakarta.

Ditambahkan, ada wacana menambah pembubaran 2 lembaga lagi yakni usaha hulu dan hilir migas.Tadinya mau diserahkan kembali ke Pertamina, tapi tidak bisa karena Pertamina sudah jadi PT (perseroan terbatas).

“Tidak bisa mendapatkan kuasa usaha pertambangan migas negara kecuali berdasarkan Undang-Undang seperti UU 8 1971 tentang Pertamina,” jelasnya.

Wacana terbitnya Perpu tersebut menyusul sedang dibahasnya pembubaran 30 lembaga. Nah dari 30 sudah selesai di bahas 11 lembaga.

“Hulu dan hilir sedang dikaji DEN (Dewan Energi Nasional). Hilir tadinya akan diberikan kepada Pertamina, tapi Pertamina keberatan.Ya lihat saja lah,”ungkapnya.

Mengutip situs http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/, dijelaskan bahwa kriteria “Kegentingan yang Memaksa” dalam pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) semestinya diatur dengan jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan, agar terwujud suatu mekanisme kontrol yang lebih baik dalam pembentukan Perpu. Namun sampai saat ini, baik di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No.12 Tahun 2011), maupun Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Perpres No.87 Tahun 2014), yang menyebutkan tentang kewenangan Presiden menetapkan Perpu yang didasarkan pada hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, tidak memuat parameter yang jelas mengenai Kegentingan yang Memaksa tersebut.

Belum adanya satupun peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur kriteria Kegentingan yang Memaksa yang menjadi dasar baik bagi Presiden menetapkan Perpu maupun bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima/menolak pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penetapan Perpu, berdampak pada rentannya Presiden dan DPR memanfaatkan Perpu sebagai alat kepentingan politik semata. Dominasi kepentingan politik terhadap kepentingan publik akan membawa negara pada kekuasaan absolut (tirani) yang menjurus kepada penindasan. Penindasan yang berlebihan terhadap hak dan kebebasan masyarakat berarti kekuasaan telah terbentuk dalam pola despotisme yang pada akhirnya berakibat perpecahan dan tindakan brutal masyarakat atau anarkisme sosial oleh akibat kesewenang-wenangan penguasa.