Jakarta, ruangenergi.com- Kecerobohan dalam Kepemimpinan atau Leadership Carelessness sangat berpengaruh pada jalannya pencapaian tujuan dan visi suatu organisasi/institusi, yaitu akan memperlambat bahkan membelokkan pencapaian Visi tersebut sehingga melenceng dari target yang sesungguhnya.
Mengapa dalam Organisasi/Instansi Pemerintah disyaratkan adanya “integritas yang kuat” bagi seseorang di jajaran struktural ?. Hal ini sangat berakitan erat dengan kesadaran akan perannya dalam proses bisnis pencapaian target dan visi organisasi tersebut. Bisa saja terjadi adanya kelemahan pemahaman dalam jajaran dalam struktural tersebut atas tujuan dari setiap instruksi yang diberikan.
Struktural dibentuk untuk memposisikan satu pimpinan tertinggi di dalamnya, yang mana Pimpinan tertinggi tersebut adalah pengambil keputusan akhir yang harus dipatuhi keputusannya oleh semua jajaran dibawahnya secara berjenjang. Sesungguhnya ada satu “kunci utama” yang penting dipahami, namun banyak kalangan yang sudah berposisi di jajaran struktural tidak memahaminya, padahal hal ini sangat penting dalam proses pengambilan keputusan manajerial sebuah institusi. Karena tidak memahami “kunci utama” ini, maka seringkali seorang pimpinan di level menengah bukannya memuluskan pencapaian visi, namun malah sebaliknya memperlambat, bahkan bisa saja menggagalkan. Pertanyaannya apakah “kunci utama” tersebut?
Sebelum menjawab dan menjelasakan apa sesungguhnya “kunci utama” tersebut, terlebih dahulu perlu kita ketahui instrumen-instrumen apa yang menjadi pilar-pilar pembangun “kunci utama” ini. Instrumen pertama adalah “pendelegasian”. Banyak pimpinan yang mampu membuat konsep kerja yang bagus, metoda-metoda teoritik yang menarik, namun dalam implementasinya hal tersebut tidak mampu didelegasikan. Hal ini berdampak pada tidak optimalnya kerja SDM yang ada, dan tentunya menyebabkan tidak tercapainya metoda kerja yang diinginkan dalam penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan atau pengambilan keputusan.
Seorang Pemimpin perlu dan penting untuk meluangkan waktu dalam mendelegasikan pekerjaan secara sistematis, sekaligus perlu menata semua SDM bekerja secara optimal.
Instrumen kedua yang merupakan pilar pembangun “kunci utama” ini adalah metoda yang dilakukan dalam menjalankan “corrective function’. Banyak ditemui seorang Pemimpin yang keliru dalam memposisikan diri, sehingga melakukan fungsi-fungsi koreksi tidak pada tempatnya. Fungsi Koreksi kepada Pimpinan perlu disampaikan langsung dalam forum tertutup secara lugas, elegant dan tidak menyinggung.
Insitusi/Organisasi yang baik adalah yang terlihat baik dari luar dan tidak terlihat pecah atau terjadi konflik internal. Indikator yang mudah terbaca tentang konflik internal ini adalah fungsi koreksi yang tidak terstruktur dan tidak tertutup. Hal ini akan melahirkan proses “pengadilan semu” pihak-pihak eksternal. Banyak kalangan pimpinan lebih suka “curhat” keluar daripada menyampaikan langsung koreksinya dalam tataran internal secara tertutup.
Instrumen ketiga dalam pilar “kunci utama” ini adalah metoda manajerial dalam proses “yang menjamin” telah dijalankannya suatu program atau pekerjaan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan. Secara khususnya hal yang dimaksud adalah pemanfaatan teknologi dalam menjalankan tugas atau kegiatan. Seringkali kita mendengar seorang Pimpinan menanyakan ke stafnya “Hasil rapat tadi sudah dibuat laporankah?” atau “Jangan lupa ya siapkan konsep laporannya, jangan lama-lama!”. Metode konvensional dalam institusi Pemerintah adalah laporan tertulis yang disampaikan lewat sebuah Surat atau Nota Dinas.
Namun demikian di masa Teknologi 5.0 ini, metoda ini telah mengalami penyesuaian-penyesuaian dan telah pula bertransformasi. Sebagian besar kalangan Pemerintah telah membuat aplikasi sistemik pelaporan di setiap institusi atau K/L nya. Apakah metoda ini cukup?. Tidak ada hal yang pernah cukup untuk suatu dinamika institusi yang terus bersaing dengan kemajuan global. Seorang calon Pemimpin perlu memahami bagaimana melaporkan sesuatu secara “real time” atau “semi real time” (sesaat setelah event/kejadian), ataupun memahami menggunakan perangkat-perangkat yang mendukung semua jenis informasi yang diperlukan dapat didokumentasikan dengan baik. “Apakah saya harus bekerja seperti seorang jurnalis, atau pemburu berita, agar bisa melakukan hal ini?”. Tentu saja tidak, namun anda perlu memiliki jiwa jurnalis agar termotivasi untuk mampu membuat dokumentasi secara lengkap.
Instrumen ke empat dari “kunci utama” ini adalah memiliki jiwa melayani yang diperlihatkan melalui “komitmen yang kuat” dengan semua stakeholders. Komitmen yang kuat itu seperti apa ya?. Contoh kecilnya, hadirilah semua janji/pertemuan/rapat tepat waktu. Jadi hal ini menyangkut kepercayaan stakeholders atau pihak-pihak yang akan mendukung pencapaian visi kita, “percaya 100%” atas kemauan kita untuk “mencapai visi” bagi kepentingan bersama yang lebih besar dengan tetap menghormati marwah dari para pimpinan tertinggi di institusi kita.
Panjang sekali penjelasan instrument – instrumen ini. Lalu kenapa pertanyaannya belum terjawab juga. Apa yang dimaksud “kunci utama” itu?.
Baiklah, “kunci utama” itu hanya sebuah kata yang sederhana yaitu “smart deliverability” atau “kemampuan dan kecepatan menyampaikan pesan secara cerdas” sehingga pimpinan kita dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan semua informasi yang disampaikan. Jika dikaitkan dengan aspek kekinian, “smart deliverability” juga mencakup kecepatan penyampaian pesan/pelaporan yang mendorong “kecepatan dan ketetapatan” pengambilan keputusan.
Kembali pada judul tulisan ini, kelemahan dalam proses men”deliver” pesan, adalah bentuk kecerobohan pimpinan atau individu dalam jajaran struktural yang akan menghambat pencapaian visi suatu organisasi/institusi. “Smart deliverability” menjadi suatu jawaban penting, walaupun implementasinya bagi setiap individu berbeda-beda. Selamat mencoba… !
Tangsel, 27 Januari 2024
Laode Sulaeman, Pengamat Manajemen ASN