Pajak Karbon Tambah Penerimaan Negara?

Jakarta, Ruangenergi.com – Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyebut bahwa pajak karbon atau carbon tax, akan menambah penerimaan negara sekaligus pengurangan emisi gas rumah kaca.

Ketua Umum METI, Surya Darma, menjelaskan bahwa pajak karbon atau pajak emisi karbon yang lebih sering dikenal dengan carbon tax, adalah pajak yang dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar berdasarkan kadar karbonnya.

Bahan bakar hidrokarbon (termasuk minyak bumi, gas alam, dan batubara) mengandung unsur karbon yang akan menjadi karbondioksida (CO2) dan senyawa lainnya ketika dibakar.

“Pajak karbon dianggap sebagai pajak atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif yang bisa menjadi insentif dan disinsentif,” ungkap Surya kepada Ruangenergi, (07/09).

Menurutnya, dengan penerapan pajak karbon, maka pihak yang membeli barang yang terbuat melalui proses produksi yang meng-emisikan karbon harus menanggung biaya tambahan, sebagai tanggung jawab atas pembuatan barang tersebut yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.

“Hal ini akan menguntungkan bagi proses yang menggunakan energi terbarukan. Hal ini yang sekarang kita lihat sedang berkembang dilakukan oleh kelompok industri yang tergabung dalam perusahaan RE 100,” tuturnya.

Ia menjelaskan, pajak karbon sudah diterapkan di beberapa negara dunia seperti Finlandia (1990), Swedia dan Norwegia (1991), India (2010), Jepang dan Australia (2012), Inggris (2013), Tiongkok (2017), dan Afrika Selatan pada tahun 2019. Sementara di Asia Tenggara, baru Singapura yang menerapkan kebijakan pajak ini pada tahun 2019.

“Penerapan pajak karbon akan memberikan beberapa dampak positif sejalan dengan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca sebagaimana Perjanjian Paris, menaikkan pendapatan pemerintah dari segi penerimaan pajak, mendorong konsumen dan pengusaha lebih hemat energi dan berinvestasi pada teknologi hemat energi. Tentu saja bagi pemerintah, pajak karbon akan menjadi peluang untuk penerimaan negara,” imbuhnya.

Ia mengemukakan bahwa pajak karbon atau carbon tax, akan menambah penerimaan negara sekaligus pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Masalahnya adalah akan membebani bagi para pengusaha apa lagi pada saat kondisi seperti sekarang ini, ekonomi tertekan karena Covid-19. Namun, jika kita hitung lebih tajam, pajak karbon akan dapat mendorong pengereman penggunaan energi fosil yang sejalan dengan upaya trnasisi energi menuju net zero emission. Dan pertumbuhan penggunaan energi terbarukan pasti akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik termasuk perluasan kesempatan kerja. Hal ini yang harus dibaca secara komprehensif. jangan membaca secara parsial,” urainya.

“Kami dari METI tentu sangat mendukung penerapan pajak karbon ini. Yang lebih penting adalah ada regulasi yang mengatur mekanime pungutan pajak karbon itu. Kita harus mulai. Hanya saja nilainya yang perlu diperhitungkan. Rp.75/kg CO2 saat ini sudah cukup realistis, walaupun ada negara lain menerapkan pajak karbon yang cukup tinggi,” sambungnya.

Dirinya menegaskan bahwa yang juga tidak kalah penting adalah dana dari pajak karbon ini digunakan untuk kepentingan pengembangan energi terbarukan sebagai jaminan bahwa pengelolaan energi itu berkesinambungan, berkelanjutan untuk anak cucu.

“Karena itu, kami mengusulkan agar pajak karbon itu ditampung dalam rekening dana energi terbarukan, bukan masuk dalam rekening kementerian keuangan sehingga bercampur dengan peerimaan lain yang menyulitkan jika akan digunakan untuk pengembangan energi terbarukan,” paparnya.

“Hal inilah yang kami usulkan dimasukkan dalam RUU Energi terbarukan sebagai salah satu artikel yang perlu ada dalam UU Energi Terbarukan, agar ada sumber dana yang memadai dalam pengembangan energi terbarukan sekaligus memberikan perlakukan yang sama dengan energi tak terbarukan,” tuturnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, setiap pembangkitan 1 kwh itu akan membutuhkan batubara sejumlah tertentu yang jika dihitung akan melepaskan CO2 kendaraan sejumlah tertentu juga. Itu sudah ada mekanismenya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *