Pakar Migas: Proyek Blok Masela Sulit On Stream di 2028

Jakarta, Ruangenerg. – Pakar Migas dan Perencanaan Wilayah, DR.Ir.Ridwan Nyak Baik meragukan proyek LNG Abadi Masela akan on stream pada tahun 2028. Pasalnya, on stream atau tidaknya proyek tersebut bukan hanya ditentukan oleh persetujuan Plans Of Development (POD) semata. Tetapi ada beberapa hal penting lain yang menentukan proyek tersebut bisa berjalan lancar atau tidak.

“Untuk kasus Proyek LNG Abadi Masela ada beberapa hal sangat penting yangk proyek tersebut berjalan lancar yaitu, sejauhmana kelancaran Shell yang memiliki PI 35 %, sebagai mitra Inpex Masela dengan PI 65 % selaku operator, mampu bernegosiasi dengan calon pembeli saham Shell tersebut,” kata Ridwan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Seperti diketahui, sejak beberapa tahun terakhir Shell berniat untuk keluar dari proyek pengembangan gas Blok Abadi Masela, dan sudah membuka room data kepada para calon investor baru. Namun, hingga kini belum ada satupun perusahaan lain yang berjodoh untuk masuk ke dalam proyek Abadi tersebut.

“Kalau Shell belum menemukan investor baru yang akan mengambil 35% PI-nya, maka kemajuan pembangunan kilang LNG Abadi Masela akan tersendat. Artinya, prediksi onstream pada 2028 akan meleset pula,” tukasnya.

Tidak hanya itu, kata dia, jika bicara tentang LNG tentu sebelum kilang dibangun harus sudah ditandatangani terlebih dahulu kontrak penjulan hasil produksinya.

Seperti diketahui, produk kilang Onshore LNG Abadi Masela nantinya berupa 9,5 juta ton LNG per tahun (MTPA), gas pipa sebanyak 150 juta standar kaki kubik per hari, dan 35.000 barel kondensat per hari.

“Kalau PLN akan membeli sebanyak 2 – 3 MTPA, lalu siapa yg membeli kelebihan produksi sebesar 6,5 – 7,5 MTPA tersebut.
Dari aturan main pembangynan kilang LNG, tak mungkin kilang dibangun bila pembelinya belum jelas,” paparnya.

Menurut salah satu Anggota Tim Ahli Migas Rektor Univereutas Pattimura (Unpatti) Ambon ini, produk gas berbeda dengan minyak yang bisa disimpan dalam tangki di darat atau tangker di laut sambil mencari pembeli.

“Karena lokasi kilangnya berada di darat, maka proses penyediaan lahan harus memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, bukan masalah ganti rugi,” ujarnya.

Terkait banyak tanah di lokasi pembangunan kilang LNG Masela yang merupakan tanah adat, Ridwan menghimbau agar tanah itu jangan dijual lepas, tapi disewakan saja kepada Inpex Masela per 20 tahun, dan akan diperpanjang lagi per 20 tahun berikutnya dengan harga NJOP pada tahun perpanjangan.

“Ada baiknya tanah itu jangan dijual lepas, meski harga NJOP saat ini. Lebih baik disewakan saja kepada Inpex Masela per 20 tahun, dan akan diperpanjang lagi per 20 tahun berikutnya dengan harga NJOP pada tahun,” tukasnya.

“Menurut saya, inilah langkah strategis dalam pemberdayaan masyarakat setempat atau bisa disebut dengan ustilah: ganti untung,” tutup Ridwan.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, revisi Plans Of Development (POD) proyek migas Blok Masela telah disetujui. Lokasi project pun bergeser dari offshore (Lepas pantai) menjadi onshore atau di darat.

“Jika sesuai target, project Masela bisa On Stream pada tahun 2028 mendatang,” kata Kepala Divisi Monetisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Agus Budiyanto, dalam sebuah diskusi virtual pekan lalu (SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *