Jakarta, Ruangenergi.com -Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengapresiasi inovasi teknologi yang dilakukan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) saat ini. Menurut dia, hal ini menandakan bahwa industri hulu migas di Indonesia belum memasuki masa “Sunset”.
“Dukungan yang dilakukan PDSI dalam mencapai target 1 juta BOPD pada 2030, mernjadi bukti kalau industri hulu migas nasional belum meredup,” kata Mamit saat dihubungi Ruangenergi.com, Kamis ?05/8/2021).
Menurut Mamit, PDSI sebagai bagian dari sub holding upstream,menjadi salah satu garda terdepan dalam mencapai target 1 juta bopd. Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor pendukung hulu migas dimana sudah mencapai 13 tahun berkiprah, kinerja PDSI tidak perlu diragukan lagi.
“PDSI juga mempunyai bisnis selain rig dimana ini membuktikan keinginan dari PDSI untuk menjadi pemain utama dari industri penunjang hulu migas nasional. Bahkan PDSI sudah bisa melebarkan sayap bisnis mereka sampai ke luar negeri,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, industri migas saat ini menjadi pegangan dalam meningkatan pendapatan negara baik dari PNBP, pajak, maupun fiskal yang lain.
“Dengan investasi dan dukungan dari PDSI, maka diharapkan target tersebut bisa dicapai,” ujar Mamit.
Sebelumnya PDSI mengaku terus mengembangkan teknologi untuk menjaga konsistensi di sektor pendukung indutri hulu migas, utamanya untuk mendukung program 1 juta BOPD pada tahun 2030.
“Bagi industri hulu migas, pengeboran merupakan inti produksi. Blok migas dengan potensi besar sekalipun cenderung akan sulit memproduksikan migasnya jika tidak didukung kegiatan pengeboran mumpuni,” kata Direktur Utama PDSI Rio Dasmanto dalam keterangannya, Kamis.
Kinerja bagus yang ditunjukan anak usaha Pertamina di bawah naungan Subholding Upstream Pertamina ini tidak lepas dari kekuatan investasi rig dan peralatannya.
“PDSI memiliki 47 rig yang terdiri dari 45 rig darat dan 2 rig laut dari beberapa tipe, yaitu mechanical, electrical, cyber conventional, cyber skidding, dan cyber walking,” katanya.
Menurut dia, dari ke-47 rig PDSI tersebut, enam rig merupakan investasi PDSI tahun 2020/2021, diantaranya empat unit rig merupakan rig darat, dua unit rig laut.
“Terkait rig laut, keduanya merupakan rig dengan tipe cyber. Pengembangan teknologi cyber di rig tersebut sepenuhnya dilakukan oleh perwira-perwira PDSI dan didesain khusus untuk kegiatan workovers di PHE OSES” tukasnya.
Selain tipe, lanjut Rio, kapasitas ke-47 rig inipun beragam sesuai dengan jenis jasa dan layanan PDSI, yakni mulai dari 250-750 HP (horse power), 1000 HP, 1500 HP, dan 2000 HP.
“Keandalan rig PDSI ini sudah kami buktikan di banyak kegiatan operasi pengeboran kami. Tidak hanya di pengeboran di captive market kami, tapi juga di luar itu. Contohnya di Exxon Mobil (EMCL) dan Vico Indonesia,” jelasnya.
Cyber conventional rig adalah rig yang dapat dioperasikan dan dikontrol dengan sistem yang terintegrasi satu sama lain. Pengoperasiannya sudah terkomputerisasi dengan teknologi layar sentuh (touch screen).
“Teknologi ini memungkinkan satu personil bisa mengontrol seluruh peralatan di anjungan rig hanya dengan memperhatikan satu monitor,” ucapnya.
Setingkat lebih canggih dari cyber conventional rig, PDSI memiliki cyber skidding rig. Selain memiliki teknologi yang sama dengan cyber conventional rig, cyber skidding masih dilengkapi dengan kemampuan perpindahan dua arah.
“Dengan teknologi skidding ini, proses perpindahan menara, substruktur, berikut peralatan rig, dari satu sumur ke sumur lain dalam satu cluster dapat berlangsung lebih aman dan lebih cepat,” ujarnya.
“Terakhir, cyber walking rig. Perbedaannya dengan cyber skidding rig, rig dengan teknologi paling baru di PDSI ini memiliki kemampuan perpindahan hingga delapan arah,” pungkasnya.(Red)