Jakarta, ruangenergi.com- Sudah saatnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) membuka ‘kran’ impor liquefied natural gas (LNG), jika di suatu wilayah tidak dimungkinkan untuk membangun infrastruktur pipa gas bumi.
Menyalurkan gas alam melalui pipa dengan panjang di atas 600 kilo meter, dinilai tidak ekonomis. Bahkan harga gasnya bisa mahal, karena akan ada toll fee yang mahal ditambah lagi ongkos bangun pipanya pasti memakan biaya mahal sekali.
“West Natuna–Singapura sepanjang 656 kilometer.Cirebon – Semarang Tahap II sepanjang 245 km. Pipa gas Dumai ke Sei Mangke (Dusem) akan dibangun. Pipa sepanjang 555 km. Kalau jauh banget berapa tuh kena bayar toll fee nya? Bisa sama dengan harga LNG dong? Kalau gak ada stock, terpaksa dibolehkan import LNG lah,” kata Pemerhati Migas Kusumoningrat dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Selasa (25/06/2024), di Jakarta.
Dia prihatin atas dilarangnya impor LNG dilakukan guna memenuhi kebutuhan daerah-daerah yang sulit mendapatkan gas alam yang disalurkan lewat pipa transmisi gas.
Dalam catatan ruangenergi.com, Kepala Divisi Komersialisasi Migas SKK Migas Rayendra Sidik dalam Forum Gas Bumi 2024, 21 Juni lalu di Bandung, Jawa Barat, mengungkapkan strategi komerialisasi gas bumi untuk mendukung visi jangka panjang SKK Migas dibagi menjadi dua yakni strategi pull dan strategi push.
“Untuk pengembangan lapangan gas ke depannya, kita coba menggunakan strategi pull dan strategi push ini,” tuturnya.
Menurut Rayendra, strategi pull adalah strategi komersialisasi yang bertujuan untuk mengembangkan demand lebih mendekat kepada pasokan.
“Sebenarnya sih, strategi pull itu kalau kita punya cadangan yang cukup besar, kita coba tarik demand-nya mendekat ke cadangan tersebut. Jadi, harapannya kalau pembangkit kita bangun power plant di depan lapangan gas kita, jadi dibangun rumah kita lalu listriknya di transmisikan, lalu kalau memang cadangan yang cukup besar, harapannya kita bisa develop suatu industri petrochemical yang menggunakan strategi ini,” sambungnya.
Sementara strategi push adalah strategi yang bertujuan untuk mengembangkan moda transportasi sehingga pemenuhan kebutuhan gas bumi dari supply menuju demand eksisting dapat berjalan.
“Strategi push itu bagaimana kita mendorong gas dari lapangan-lapangan yang di daerah berlebih dengan gas untuk bisa didistribusikan ke daerah lainnya. Nah, untuk strategi push ini memang kita memerlukan banyak infrastruktur yang tersedia,” tuturnya.
Rayendra menambahkan, dalam melakukan komersalisasi cadangan gas, pihaknya berdiskusi dengan berbagai pihak untuk memanfaatkan gas di negara ini dengan optimum, baik untuk buyer, midstream, transporter, bahkan untuk warga dunia.
Ke depan, kata Rayendra, strategi push yang dilakukan SKK Migas diharapkan bisa menjadi semacam lokomotif untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
Adapun, beberapa strategi pull yaitu pengembangan sektor petrokimia terutama pada Area Timur Indonesia, potensi pengembangan DME untuk mengurangi impor LPG, dan potensi pengembangan GTL dan pengembangan smelter.
Strategi push di antaranya, pengembangan pipa transmisi seperi di Cisem dan Dusem, pengembangan Kilang LNG baik Small Scale maupun Medium Scale.