Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 18 tahun 2021 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Dalam dokumen yang diterima Ruangenergi.com, Permen ESDM tersebut mencabut Permen ESDM nomor 42 tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum sehingga perlu diganti.
Selain itu, untuk optimalisasi, kepastian hukum, dan kepastian berusaha dalam pemanfaatan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selain yang bersumber dari kewajiban pemenuhan minyak dan/atau gas bumi dalam negeri (Domestic Market Obligation) serta
untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, perlu mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dalam Pasal 1 membahas mengenai Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
2. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
3. PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
4. Afiliasi adalah suatu perusahaan atau badan lain yang mengendalikan atau dikendalikan oleh, atau yang dikendalikan oleh suatu perusahaan atau badan lainnya yang mengendalikan Kontraktor.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Minyak dan Gas Bumi.
6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan serta pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Minyak dan Gas Bumi.
Dalam Pasal 2, Pemerintah menyatakan bahwa :
(1) Untuk memenuhi kebutuhan Minyak Bumi dalam negeri, PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi memprioritaskan pasokan Minyak Bumi yang berasal dari dalam negeri.
(2) PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencari pasokan Minyak Bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor Minyak Bumi.
Selanjutnya, Pasal 3, Menteri ESDM mengatakan, Pemenuhan Minyak Bumi yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kontraktor atau Ahliasi Kontraktor harus :
a. menawarkan Minyak Bumi bagian Kontraktor kepada PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi; atau
b. mengikutsertakan PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi dalam lelang Minyak Bumi bagian Kontraktor.
Lalu, Pasal 4, mengungkapkan bahwa, (1) Proses penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan dengan jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum dimulainya periode rekomendasi ekspor untuk seluruh volume Minyak Bumi bagian Kontraktor.
(2) Berdasarkan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi melakukan negosiasi pembelian Minyak Bumi bagian Kontraktor dengan Kontraktor atau Afiliasi Kontraktor secara kelaziman bisnis.
(3) Negosiasi pembelian Minyak Bumi bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal penawaran diterima oleh PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan negosiasi pembelian Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kontraktor atau Afiliasi Kontraktor dapat melaksanakan penjualan Minyak Bumi kepada pihak lain.
Selanjutnya, Pasal 5, menerangkan bahwa, setelah dilakukan negosiasi antara PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi dengan Kontraktor atau Afiliasi Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) :
a. PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi menyampaikan hasil negosiasi kepada Direktur Jenderal; dan/atau
b. Kontraktor atau Afiliasi Kontraktor menyampaikan hasil negosiasi kepada Direktur Jenderal sebagai lampiran permohonan rekomendasi ekspor Minyak Bumi.
Pasal 6, Ayat (1) Dalam hal tercapai kesepakatan negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), PI Pertamina (Persero) dapat melakukan penunjukan langsung Kontraktor untuk pembelian Minyak Bumi bagian Kontraktor.
Pasal 6, Ayat (2) Berdasarkan penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pf Pertamina (Persero) dapat mengadakan kontrak jangka panjang paling singkat 12 (dua belas) bulan.
Dalam Pasal 7, dijelaskan bahwa ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan Minyak Bumi yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6 berlaku secara mutatis mutandis terhadap kondensat.
Pasal 8, Pemerintah menegaskan bahwa, pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1237), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.