Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat membantah pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Bima akibat limbah yang berasal dari kegiatan usaha PT Pertamina yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut.
Menurut Kabag Protokol dan Komunikasi Setda Kabupaten Bima Suryadin, berdasakan hasil pantauan lapangan yang dipimpin langsung Kadis LHK Jaidun bersama Tim Bidang Perhutanan Rakyat, Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bima, Rabu (27/4/2022) dugaan sementara pencemaran tersebut berasal dari lumut atau ganggang laut.
Tapi untuk memastikan penyebab pencemaran tersebut, lanjut Suryadin, LHK telah mengambil sampel air laut dan gumpalan untuk dianalisa lebih lanjut di laboratorium.
“Dari pengamatan sementara oleh Tim Dinas LHK, fenomena yang sekarang terjadi di Teluk Bima lebih menjurus ke “Sea snot”, yakni suatu lendir laut atau ingus laut yang merupakan sekumpulan organisme mirip mukus yang ditemukan di laut. Namun untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, kita harus menunggu hasil dari laboratorium,” paparnya.
Ia mengungkapkan, bahwa sifatnya yang mirip gelatin dan krim itu umumnya tak berbahaya, namun dapat mengandung virus dan bakteria, termasuk E. coli.
“Lendir laut sering muncul di Laut Tengah dan baru-baru ini menyebar ke Laut Marmara Turki,” ucapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi diantaranya karena pemanasan global, banyaknya buangan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu yang terakumulasi selama ini di Zona Teluk Bima serta akibat naiknya temperatur air laut.
“Kerusakan tersebut berdampak jangka panjang pada biota laut seperti ikan yang mati dan kesehatan manusia. Oleh karena itu semua pihak harus dapat memberikan kontribusi nyata bagi pemulihan lingkungan Teluk Bima,” pungkasnya.
Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan, bahwa pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Bima diduga akibat limbah yang berasal dari kegiatan usaha PT Pertamina yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut.
“Tumpahan yang diduga limbah tersebut dapat diduga keras pula bersumber dari kegiatan usaha Pertamina yang berada di pantai laut di Kota Bima,” ungkap Direktur WALHI NTB Amri Nuryadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/4/2022).
Menurut Amri, limbah tersebut tampak di sepanjang Pantai Amahami, Pantai Lawata, dan sekitarnya di kawasan Teluk Bima.
“Ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna air laut di sepanjang pantai Amahami,” ujar Amri.
Meski belum memunculkan perubahan bau air laut yang menyengat imbas tercemar, Amri mengatakan perubahan penampakan dan bentuk air yang muncul semakin parah.
“Terlebih lagi, sudah muncul busa dan buih yang mengental berwarna kecoklatan di seluruh area pantai yang cenderung mulai berbau,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tumpahan minyak sempat terjadi di perairan laut Pelabuhan Bima hingga ke Kelurahan Kolo Kota, Bima pada 2020 lalu.
Kejadian itu terjadi pada saat Pembongkaran Minyak Marine Fuel Oil (MFO) atau minyak hitam oleh Pelindo III Bima, Nusa Tenggara Barat.
Amri juga mengkritik pihak pemerintah yang masih tidak menunjukkan sikap tegas atas keteledoran tersebut. Belum juga tampak tindakan kongkrit langsung sebagai upaya untuk pencegahan dampak lebih besar dan luas selanjutnya.(Red)