Jakarta, Ruangenergi.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil membuktikan teknologi pemurnian residu Bauksit yang dikembangkan para peneliti, dapat mengurangi dampak buruk lingkungan dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Puslitbang Tekmira, Kementerian ESDM, dan diharapkan akan menghasilkan produk bernilai, yakni besi dan Titanium pada industri alumina dari bijih bauksit dengan proses Bayer serta peluang pengembangan industri logam tanah jarang.
Koordinator Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan (KP3) Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral, Puslitbang Tekmira, Nuryadi Saleh, mengatakan, mineral tersebut menjadi bahan baku industri besi baja, logam ringan pada industri pesawat dan mobil listrik, industri baterei, pembuatan mineral wool/rockwool, serta bahan baku pembuatan supporting katalis padat.
Dikatakan olehnya, tahapan utama dalam penelitian ini adalah proses pemisahan magnetis, proses pelindian (leaching) baik secara atmosferik maupun pelindian asam sulfat tekanan tinggi (HPAL), dan proses ekstraksi untuk pemurnian.
“Penelitian pada tahun ini ditargetkan dapat menghasilkan produk garam Scandium (Sc), dengan hasil permurnian 85% sebagai bahan baku pembuatan Scandium Oksida dari bijih Nikel Laterit dan residu Bauksit. Tahap penelitian selanjutnya diharapkan akan diperoleh teknologi ekstraksi Skandium Oksida yang tepat dari bijih Bikel Laterit dan residu Bauksit,” katanya, (19/11).
Nuryadi mengemukakan, pengolahaan dimulai dari proses benefisiasi Besi (Fe) melalui pemisahan magnetic, menghasilkan konsentrasi Fe mencapai 63,53% dengan recovery 74,73%.
Benefisiasi Fe dilakukan dengan proses magnetic separator terhadap residu bauksit tanpa thermal treatment, thermal treatment roasting, dan thermal treatment reduction. Sementara, Residu Bauksit yang telah mengalami benefisiasi Fe dengan proses reduksi dan pemisahan magnetik, menghasilkan logam besi, konsentrat besi dan slag.
“Sebelum dilakukan proses pelindian di tailing dan slag hasil peleburan besi, dilakukan benefisiasi residu bauksit untuk mengambil mineral besi dan titanium. Slag ini selanjutnya dijadikan umpan proses pelindian,” tuturnya.
Ia menambahkan, proses pelindian dan ekstraksi dari slag residu Bauksit yang telah mengalami proses benefisiasi menggunakan proses HPAL (high pressure acid leaching– asam sulfat tekanan tinggi). Proses ini menghasilkan ekstraksi dengan kadar persentasi tinggi dan konsumsi asam rendah.
“Untuk mendapatkan kemurnian tinggi, maka dilakukan metode solvent extraction terhadap PLS (pregnant leaching solution) dengan kandungan Sc yang tinggi (Sc enrichment),” imbuhnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, proses ekstraksi Sc dari residu Bauksit diperoleh kemurnian Oksida Sc yang cukup tinggi, 99% dengan recovery mencapai 85% Keberadaan Sc akan didentifikasi pada konsentrat besi maupun sisa hasil benefisiasi (tailing).
Selain itu, Puslitbang Tekmira juga merancang percobaan dengan Metode Taguchi sebagai cara untuk memilih kondisi optimal dan menganalisis pengaruh seluruh parameter terhadap proses ekstraksi (%Sc).
“Metode Taguchi dipilih karena metode ini hanya membutuhkan jumlah percobaan tidak terlalu banyak dibandingkan dengan metode rancangan percobaan lainnya sehingga menurunkan waktu dan biaya tanpa mengurani esensi dari percobaan,” tukasnya.