Jakarta, ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra menilai bahwa penerapan B40 memang sudah selayaknya dilakukan pada 2024. Hal tersebut melihat pengembangan B35 yang sudah cukup baik pada tahun ini.
“Ini (penerapan B40) merupakan langkah yang sudah seharusnya dilakukan, dengan catatan kajian dan pengujiannya tetap harus dilakukan dengan cermat,” ujar Daymas melalui keterangan tertulis dikutip pada Rabu, (06/09/2023).
Daymas menambahkan bahwa adanya penerapan B40 pada tahun depan diperkirakan berpotensi mengurangi emisi sebesar 40% dengan acuan, satu liter solar menghasilkan sekitar 2,35 kilogram (kg) karbon dioksida (CO2).
“Apabila 40% digantikan oleh biofuel, maka akan ada potensi pengurangan emisi sebesar 40% pula,” ujarnya.
Dia menuturkan, saat ini estimasi kebutuhan pasokan untuk B40 tersebut diperkirakan sebesar 15 juta kilo liter (KL) biodiesel per harinya. Angka tersebut lebih besar dibandingkan kebutuhan biodiesel B35 sebesar 13,15 juta KL.
Namun demikian, terkait berapa jumlah emisi yang bisa dikurangi secara signifikan, menurutnya perlu dilakukan validasi dan juga penyamaan dalam metodologi perhitungan emisi secara lebih terperinci.
“Karena kita perlu melihat dari hulu ke hilir bagaimana biodiesel itu diproduksi, apakah sudah menerapkan perkebunan berkelanjutan?. Apakah energi yang digunakan di kebun sudah menggunakan energi terbarukan? Dan lain sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, Daymas menjelaskan alasan pemerintah harus menerapkan B40 pada tahun depan lantaran hal tersebut merupakan langkah yang harus ditempuh untuk pengembangan biofuel di Indonesia. Sebagai informasi, saat ini posisi Indonesia merupakan penghasil biofuel terbesar di dunia.
“Ini merupakan langkah Indonesia dalam menjadi produsen biofuel bukan hanya kebutuhan domestik, namun sangat mungkin bisa menjadi pemasok utama ekosistem biofuel dunia,” ujar Daymas.