Pengamat Kebijakan Publik: Belum ada Perpres, Penerapan Pajak Karbon Masih Abu-abu

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com – Pemerintah telah mengatur besaran pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) mulai April tahun 2022 pada sektor PLTU Batubara dengan mengunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).

Pengamat Kebijikan Publik, Agus Pambagio menyatakan selama belum dibuat Peraturan Presiden (Perpres) penerapan pajak karbon untuk sektor pembangkit masih belum jelas penerapannya.

” Penerapan pajak karbon harus ada payung hukum yang jelas dulu, baru nanti ada peraturan turunannya dari Menteri LHK dan Menteri Keuangan untuk mekanisme pelaksanaan dan besaran nilai pajaknya”,kata Agus Pambagio kepada ruangenergi.com, Senin(11/10/21)

Agus menjelaskan, masih ada waktu untuk melakukan pembahasan soal pajak karbon ini. Menteri Keuangan bisa lebih intensif bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas aturan dan penerapan pajak karbon ini.

” Pemerintah jangan hanya mengikuti desakan negara maju terkait dengan perubahan iklim. Mekanisme transisi energi ini harus jelas arahanya. Misalnya, PLTU Btubara butuh waktu berapa lama secara bertahap digantikan oleh pembangkit EBT. Apakah PLN sudah mengantisipasinya?”, tegas Agus

Pengamat Kebijakan Publik ini meminta kepada Menkeu agar menunggu dulu Perpres penerapan pajak karbon agar bisa mendapat gambaran yang jelas bagaimana pajak karbon dan nilai ideal penerapannya untuk PLTU Batubara.

” Selama belum ada Perpres saya kira penerapan pajak karbon masih belum final mekanisme pelaksanaan dan nilai angkanya”, pungkas Agus