Jakarta,Ruangenergi.com– Pengembang Panas Bumi meminta Pemerintah Indonesia membiarkan investor swasta untuk mengambil resiko eksplorasi dengan return of investment (ROI) yang cukup.
Jikalau menunggu wilayah kerja panas bumi yang diajukan Pemerintah Indonesia untuk siap dilelang, memakan waktu lama.
“Selama ini, cara pemerintah untuk mengembangkan panas bumi di Indonesia adalah menyiapkan wilayah kerja panas bumi (pabum). Tariff panas bumi yang relatif tinggi adalah masalah utama dari pengembangan pabum,”kata Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Priyandaru Effendi kepada ruangenergi.com, Kamis (10/9/2020) di Jakarta.
Tariff tinggi tersebut kontribusi terbesarnya dari resiko eksplorasi di depan.Untuk mengurangi resiko yang tujuannya untuk membuat tariff lebih kompetitif, pemerintah melakukan eksplorasi tersebut sebelum dilelangkan,”
Jadi,lanjut Priyandaru, untuk tujuan percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia, maka investor swasta juga musti dilibatkan.
” Kita (pengembang panas bumi swasta) menang WKP trus develop bloknya sampai COD.Dari eksplorasi, eksploitasi sampai COD, kita yang kerjakan. Kalau yang dipropose pemerintah, eksplorasi mereka yang kerjakan, sementara eksploitasi dan pemanfaatan kita yang kelola,” tutur Priyandaru.
Serahkan ke Pengembang Swasta
Semua urusan panas bumi diserahkan ke pengembang dan nanti pemerintah tinggal setujui pengelolaan dan pengoperasian wk pabum ke pengembang swasta. Pemerintah tinggal menetapkan feed in tariff di depan sehingga ada kepastian sebelum mengebor sumur panas bumi.
“Feed in tariff berdasarkan kapasitas hasil eksplorasi.Kapasitas 100, 70, 50 masing-masing ada harganya Semua inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mengembangkan panas bumi sangat kita apresiasi,” ucap Priyandaru.
Tidak Mudah Kembangkan Panas Bumi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan bahwa pengembangan PLTP untuk menjadi energi baru terbarukan tidaklah mudah di Indonesia.
Permasalahan yang membuat biaya dari pengembangan panas bumi menjadi mahal semakin mempersulit industri panas bumi untuk bersaing dengan energi baru terbarukan yang lain.
“Ada beberapa permasalahan pengembangan energi panas bumi di Indonesia yang belum maksimal. Mulai dari masalah ekonomi, sosial dan permasalahan teknis lainnya.Cost pengembangan geothermal di Indonesia relatif tinggi. Bukan hanya jika dibandingkan dengan negara lain, tapi juga dibandingkan dengan jenis energi,” jelas Arifin Tasrif dalam sambutan Digital Indonesia International Geothermal Conference Digital Indonesia International Geothermal Convention (DIIGC) 2020, Selasa (8/9/2020) di Jakarta.