Pengembangan Masyarakat Jadi Kunci Investasi Migas Berkelanjutan, Catat Ya!

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Tangerang Selatan, Banten, ruangenergi.com– Potensi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia masih menggiurkan. Lebih dari 60 blok siap dilelang dalam dua tahun ke depan, ditambah 6.402 sumur idle yang ditawarkan untuk dikerjasamakan. Nilainya? Miliaran dolar.

Namun, potensi sebesar ini tak akan banyak berarti tanpa satu faktor krusial: penerimaan masyarakat sekitar atau social license to operate.

Pesan ini mengemuka dalam forum diskusi bertajuk “Penguatan Tata Kelola Program Pengembangan Masyarakat Hulu Migas untuk Dampak Nyata dan Berkelanjutan” yang berlangsung di Hotel Santika Premiere Bintaro, Tangerang Selatan, Rabu (25/6). Acara ini menjadi bagian dari Forum Konsultasi Publik yang digelar secara hybrid, seperti dikutip dari website Migas.

Forum konsultasi publik ini  berlangsung dua hari dengan paparan dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Ditjen Migas, Ditjen Minerba, Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen EBTKE, SKK Migas, KKKS, hingga akademisi dari Universitas Trisakti.

Direktur Pembinaan Program Migas, Mirza Mahendra, menegaskan bahwa investasi migas bersifat jangka panjang dan membutuhkan kepastian, bukan hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi sosial.

“Tanpa penerimaan masyarakat, proyek yang secara teknis dan ekonomis layak bisa terancam tertunda, membengkak biayanya, bahkan berhenti total,” ujarnya.

Menurut Mirza, kunci menciptakan iklim sosial yang stabil terletak pada penguatan Program Pengembangan Masyarakat (PPM). PPM di sektor hulu migas, katanya, memiliki tujuan ganda: menjaga kelancaran operasi jangka panjang sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasi secara terukur dan berkelanjutan.

“Ini adalah pergeseran paradigma dari filantropi menjadi investasi sosial strategis yang menciptakan nilai bersama,” tegasnya.

Sayangnya, pelaksanaan PPM saat ini masih terkendala ketiadaan aturan teknis yang baku. Regulasi yang ada baru sebatas Surat Keputusan Dirjen Migas No. 00152.K/10/DJM.S/2018, yang belum mengatur detail pedoman teknis dan tata cara pelaksanaan. Akibatnya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) belum punya acuan standar untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program.