Bandung, Ruangenergi.com – Komisi VII DPR-RI menyebut pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) ternyata bisa berfungsi sebagai penopang beban puncak kelistrikan. Salah satunya yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling, yang berlokasi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman, dalam memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR ke PLTA Saguling, (17/09).
Menurutnya, pembangkit yang memiliki kapasitas 4 x 175,18 Megawatt (MW) ini merupakan pembangkit pendukung beban puncak di sistem kelistrikan Jawa-Bali. Selain itu, pembangkit tersebut juga berfungsi sebagai pengatur frekuensi sistem dengan menerapkan Load Frequency Control (LFC).
“Jika terjadi black out, PLTA Saguling dapat dioperasikan sebagai black start sekaligus berperan menjadi pengisi tegangan untuk menopang pembangkit listrik PLTU Suralaya,” ujar Maman disela-sela sambutannya.
Dia menjelaskan, PLTA Saguling ini sudah berdiri sejak tahun 1985 dan hingga saat ini tetap eksis dengan kapasitas produksi listrik stabil yaitu 700 MW, tentunya ini bisa menjadi contoh terutama daerah remote area / 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal).
“Ini sangat baik, perlu ada keberpihakan penuh melalui regulasi untuk pengembangan PLTA. Selain itu juga sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan bauran EBT sebesar 23% pada 2025,” terang Maman.
Ia kembali mengatakan, PLTA Saguling sendiri memiliki kontribusi sebesar 2% dari total pembangkit EBT jenis hidro (4,53%) yang terhubung dengan sistem jaringan 500 kV Jawa-Bali. Meski demikian, katanya, bukan berarti tidak ada masalah. Dia menjelaskan, kehadiran Komisi VII DPR-RI ini ke PLTA Saguling salah satunya yakni untuk melakukan tugas konstitusi dalam rangka pengawasan dan menerima masukkan untuk RUU EBT.
“Saya ingin membangun paradigma atau sudut pandang baru dalam melakukan pengawasan yang awalnya simbolik, menjadi problem solver. Setiap institusi pasti punya masalah. Hadirnya Komisi VII DPR RI saat ini untuk menjembatani bottleneck. Apa yang jadi masalah, sampaikan ke kami. itu semangatnya,” imbuhnya.
Sementara, hadir di lokasi, Anggota Komisi VII DPR-RI, Tifatul Sembiring, mengungkapkan bahwa pentingnya aspek keselamatan atau security pada sistem PLTA Saguling.
Dia menjelaskan, PTA bukan hanya tentang menurunkan air untuk memutar turbin menjadi listrik. Akan tetapi, ternyata ada masalah lain yang harus diselesaikan agar pasokan listrik selalu terjaga dan stabil yakni gulma.
“Bagaimana cara supaya (suplai) tidak setop sama sekali. PLTA Saguling mendukung sistem Jawa-Bali. Kalau sistem rontok, rontok juga yang lain. Harus diperhatikan penjaga aspek keselamatan atau security secara sistem,” tuturnya.
Sementara, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Wanhar menjelaskan bahwa PLTA Saguling ini memiliki tiga fungsi utama yakni sebagai base load (penopang beban dasar); stabiliser dan untuk mengurangi emisi karena menggunakan EBT.
“Ini adalah pembangkit masa depan, bisa dikombinasikan dengan fotovoltaik solar di waduk,” katanya.
Ia menambahkan, pada 2021, PLTA Saguling yang dioperasikan PT Indonesia Power memiliki target untuk menjadi penyedia bahan baku co firing dari gulma eceng gondok yang selama ini tidak dimanfaatkan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pendangkalan pada waduk dan juga mendukung pelaksanaan co firing pada PLTU.
Menurutnya, program Biomass Operating System of Saguling (BOSS) tersebut merupakan program unggulan PT IP dalam mewujudkan program ‘Saguling Clean’, yakni waduk Saguling yang bersih dari sampah dan gulma eceng gondok.