Jakarta,ruangenergi.com– Tidak mudah untuk menentukan suatu pabrikan penunjang hulu migas memenuhi unsur tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan meraih sertifikat PRO SUSI dan PRO GUNADI.
Sejak tahun 2019, Direktorat Jenderal Migas, SKK Migas dan KKKS membangun program bersama yaitu Program Guna Bina Dalam Negeri (PROGUNADI) dan Program Substitusi Impor (PROSUSI). Program ini bertujuan membangun kepercayaan dan kerja sama diantara seluruh pelaku kegiatan usaha hulu migas terhadap kemampuan dan kehandalan produk dalam negeri.
Dibutuhkan waktu setidaknya dua hingga tiga tahun dari kontraktor kontrak Kerjasama (K3S) minyak gas untuk dapat memastikan layak atau tidaknya suatu pabrikan penunjang jasa hulu migas diterima barang produksinya,memenuhi ketentuan PRO SUSI (program subtitusi) dan PRO GUNADI (program guna bina dalam negeri).
Menurut Perwira Pertamina Hulu Mahakam Irawan Josodipuro, peraih anugerah tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo, pihaknya melakukan penilaian terhadap suatu produk secara langsung bukan berdasarkan sekedar data dari buku manual produk.
“Penilaian untuk TKDN di hulu? Kita langsung melihat produk. Jadi jangan lihat ke quality management system. Selama ini kita lihat system assessment yang dilakukan di program-program sebelumnya,mungkin karena melihat dokumentasi dari quality system. Kalau kita melihat langsung dan bedah produknya. Bisa dari sisi engineeringnya, manufacturing, proses produk managementnya atau inspeksinya,dan juga dari sumber daya manusianya,fasilitas termasuk organisasinya,” kata Irawan yang juga menduduki posisi Piping Valve Pressure Vessel Reference Specialist di PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM),di Jakarta.
Irawan menuturkan, dari sana dia akan dapatkan gap nya. Dan gap itu bandingkan dengan requirement dari industri hulu migas dimana industri ini beda dengan yang lain, dimana factor safety dan precision lebih tinggi. Juga factor operasi memerlukan durability dan resistensi yang lebih tinggi.
“Dari sana kita compare dengan international standard dan spec yang ada. Dan juga kebutuhan operasi di lapangan migas kita.Mengenai waktu penilaian, butuh minimal dua tahun lebih. Itu contohnya pabrik valve milik PT Teknologi Rekayasa Katup (TRK) saja butuh dua tahun lebih. Dari 2018 hingga 2021, butuh 3 tahun baru proses dia sampai tingkat yang tertinggi. Dari sana baru dia mencapai program subtitusi impor (PRO SUSI),”ungkap Irawan.
Masih menurut Irawan,penentuan barang atau suatu produk baru bisa dipakai dilihat juga klasifikasi penggunaannya untuk kebutuhan operasi migas.Ada untuk onshore dan offshore plus mid stream.
“Kita test sesuai klasifikasinya dan juga dari kebutuhan sour service atau juga sweet service, nah itu bisa kita bagi-bagi dulu. Nah pertama,mereka coba dengan service yang lebih mudah dulu.Tahap naik yang lebih susah dan terakhir yang lebih kompleks. Baru setelah itu dinyatakan lulus layak dipakai di industri hulu migas,” beber Irawan.
Irawan menambahkan,dari hasil penelitian dia, ball valve yang diproduksi TRK bisa juga untuk hilir. Alasanya,karena kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya fasilitas infrastruk di pabrikan itu sudah lengkap dan lolos TKDN.
“Karena kita lihat bukan cuma produknya saja di TRK, tapi dari sumber daya manusia. Nah dari sumber daya manusia yang sudah tercipta itu (bisa membuat produk sesuai spesifikasi hulu migas) dia bisa lebih mudah bergerak ke arah hilir ataupun ke industri lain, karena di mind set mereka sudah terbentuk apa yang kita sebut engineering product. Jadi produk yang dibikin sesuai dengan kebutuhan operasi migas yang dilakukan rekayasa teknik untuk mencapai itu. Jadi tidak sembarangan, sumber daya manusia dan sumber daya fasilitas infrastruktur itu penting. Jadi harapannya produk yang sudah kita asses bisa dipakai di hulu maupun di hilir,” papar pria yang menerima penganugerahan tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52/TK/Tahun 202.
Terhadap adanya apresiasi program Penilaian Dan Pembinaan Bersama Penyedia Barang/Jasa Dalam Negeri Penunjang Usaha Hulu Migas, dia menghargai upaya dari SKK Migas yang telah bersusah-payah melakukan kegiatan tersebut.
“Harapannya program-program seperti ini (apresiasi kepada industry dari kkks hulu migas), bisa direplikasi ke industry lain, industry hilir dan industry geothermal, termasuk industry mid stream juga. Nanti industry kita akan semakin berkembang dan multiplayer effectnya berkembang. Produk-produk kita siap dan membanggakan anak bangsa untuk dipakai sendiri maupun diekspor,” pungkas Irawan.