Perhapi Sebut Infrastruktur Jadi Kendala Reklamasi ex Tambang

Jakarta, Ruangenergi.com – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai reklamasi bekas tambang masih terkendala masalah infrastruktur dan sumber daya, khususnya bagi pertambangan kelas kecil dan menengah.

Menurut Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli, pihaknya mendukung praktik pertambangan yang baik (good mining practice) dengan penerapan kegiatan pertambangan yang berbasis lingkungan dan kemasyarakatan.

“Tantangan ini khususnya untuk tambang menengah kecil. Mereka biasanya terbatas pada infrastruktur dan sumber daya. Tapi untuk yang besar, sumber daya cukup besar. Tapi memang perlu ada penegakan hukum yang lebih tegas dan keras terhadap good mining practice,” katanya dalam webinar “Pelestarian Hutan Melalui Reklamasi Bekas Tambang” di Jakarta, Selasa (14/7).

Oleh karena itu, menurut dia, para pemangku kepentingan perlu mendorong inovasi-inovasi yang mampu mengatasi keterbatasan tersebut sehingga kegiatan reklamasi menjadi lebih realistis baik secara teknis maupun biaya.

“Salah satu contoh inovasi misalnya adalah teknik BioRehab yang dapat diterapkan di hampir semua jenis lahan, terutama lahan bekas tambang yang tidak memiliki tanah pucuk/topsoil dengan menggunakan zat-zat organik tanpa zat kimia,” papar Rizal.

Teknik BioRehab ini, kata dia, telah diterapkan di lahan bekas tambang bauksit di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang miskin unsur hara. “Meski miskin unsur hara, bisa ditumbuhi tanaman,” katanya.

Penerapan praktik pertambangan yang baik, lanjut Rizal, juga masih terkendala maraknya penambangan ilegal. “Makanya kita memang masih lemah penegakan hukum. Kita lihat masih banyak tambang-tambang tidak melakukan itu (good mining practice), apalagi yang ilegal. Jumlahnya banyak dan menggunakan alat mekanis modern, tapi ilegal,” paparnya.

Rizal menambahkan kendati investasi pertambangan akan semakin menarik, namun pada saat yang sama dapat menjadi agen terdepan dalam pelestarian hutan melalui reklamasi lahan bekas tambang. Hal itu berlaku untuk semua jenis dan skala operasi perusahaan pertambangan, baik skala kecil, menengah, dan besar.

Pada kesempatn yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti mengingatkan akan pentingnya korporasi melakukan kewajiban reklamasi bekas tambang untuk menjaga kelestarian hutan.

“Kita harus memahami bahwa reklamasi dan rehabilitasi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) itu adalah suatu kewajiban. Kekayaan alam sewajarnya dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik dan berkesinambungan,” kata Nani.

Ia menjelaskan pemerintah telah menerbitkan berbagai aturan mengenai kewajiban tersebut. Mulai dari UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah disahkan. Dalam aturan tersebut setiap emiten yang melakukan penambangan wajib menyusun dan menyerahkan rencana reklamasi dan/atau rencana pasca-tambang.

Kewajiban lebih rinci juga tertuang dalam aturan baru yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang mengatur aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam kegiatan reklamasi.

“Pemerintah juga sedang mempersiapkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pemulihan Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan. Pemulihan lingkungan bekas tambang juga tercantum dalam RJMN 2020-2024,” ujarnya.

Dalam RPJMN, arah kebijakan untuk prioritas nasional membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim. Untuk mewujudkannya, salah satunya melalui peningkatan kualitas lingkungan hidup,” tambah Nani.(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *